About Me:

Saya adalah seorang manusia gila yang terlalu banyak uneg-uneg & obsesi yang belom tercapai. Sebagian orang menilai saya adalah orang yang sedang mencari jati diri. Pernyataan tersebut hampir betul dikarenakan sedikitnya waktu bagi saya untuk menemukan apa yang saya benar2 inginkan dalam hidup ini. Tak ada ruang untuk berekspresi, berkreasi, dan menjadi gila di dunia yang naif ini. Alhasil, terciptalah saya sebagai pribadi yang terkesan eksplosif, dableg & sering keluar dari jalur. Kebahagiaan & kesenangan yang saya rasakan pun terkadang tidak pernah bisa dibagikan dengan orang lain, padahal Chistopher McCandless berpesan di akhir hayatnya: "Happiness only real when it shared". Untuk itulah blog ini tercipta, ga masalah orang2 yang baca mo menanggipnya atau tidak, ga masalah jika para pembacanya menjadi antipati atau termotivasi karena topiknya, yang penting saya sudah berbagi supaya ada sedikit cahaya kebahagiaan dalam hidup saya ini.

Rabu, 28 September 2011

Wuih, Masuk Koran Euy...

Entah saya nya yang norak atau dikarenakan terbawa gelombang arus ketenaran para artis, saya kok seneng banget ya foto saya ada di koran? Hahahaha... Padahal koran nya aja orang di Indo kagak ada yang tau, tapi siapa yang perduli, yang penting saya tetep eksis walaupun cuma di blog sendiri. 

Jadi intinya adalah foto saya masuk di Majalah Buset Vol 07-76 October 2011, majalah nya orang2 indo karena bahasanya pake bahasa indo. Waktu lagi iseng2 baca di kereta wah, ada berita liputan tentang 17an hari kemerdekaan Indo di Melbourne yang diadakan di Kedutaan Indo di Melbourne. Belom aja sempet baca beritanya, baru liat fotonya eh, kok... ini foto mirip saya? Dari jaketnya dan gaya lompatannya yang kata temen mirip pocong. Saya langsung mengenali kalo itu saya sendiri pasalnya saya sempet liat foto saya juga dengan pose yang nyaris mirip yang diambil oleh temen yang pada waktu itu juga dateng ke acara 17an tersebut.

Nah, berikut ini beritanya yang ada di halaman 18:


Dan foto saya ada di pojok kiri bawah. Ga jelas ya? Maklumlah, kertasnya aja pake kertas koran. Tapi berikut ini saya coba perbesar fotonya:


Masih ga jelas juga ya saya nya yang mana? Saya yang paling kanan dengan jaket biru tua. (Duh, ngokol banget ya? Norak banget nih, soalnya baru pertama kali masuk koran, harap maklumlah...) Berikut ini foto yang agak mirip tapi dengan pose yang berbeda yang diambil sama temen:

Pic from here

Senin, 26 September 2011

Trecia Farewell Party

Hari minggu kemaren 25 September 2011 saya dan Kristina akhirnya bisa menghadiri perpisahan sepupu saya, Trecia. Sekedar info dulu, Trecia ini berencana balik Singapore hari rabu 28 September 2011 dan entah kapan dan mungkin saja ga akan kembali lagi ke Aussie. 

Sebelumnya saya cukup frustasi karena saya sangat yakin ga bisa menghadiri acara dia karena saya harus bekerja dari jam 10am - 10pm. Tapi dari hari jumatnya keadaan mengatakan lain, kaki saya bengkak di otot Arciles nya jadinya sulit untuk jalan gara2 terlalu lama berdiri. Mau ga mau bilang kalo ga bisa kerja di hari minggu, daripada nanti sampe senin juga ga bisa jalan. Jadi hari sabtu nya saya istirahat ga kemana2 cuma nonton korea n internetan seharian jadi sorenya udah rada mendingan, bahkan sempet dinner bareng istri di Korean Restoran (saya akan cerita di artikel berikutny) di city. 

Saya dan Trecia sebenernya termasuknya adalah sepupu deket tapi anehnya saya ketemu dia ga abis diitung pake satu tangan alias baru 4x sampai detik ini. Mamanya Trecia adalah kakak kandung papa saya dan mereka (papa dan tante saya) hanya 2 bersaudara. Jadi mereka sangat deket sekali. Jadi saya cukup sedih juga ketika ada kesempatan untuk terakhir kalinya ketemu kok malah ga bisa. Tapi untungnya ada kecelakaan yang membuat keadaan berbeda 180 derajat.

Acaranya cukup sederhana, Trecia hanya menyediakan sayur dan nasi, sementara kita para undangan diharapkan bisa membawa cemilan2 atau permainan2 yang bisa memeriahkan suasana. Tempatnya pun menggunakan sarana taman umum yang ada di depan rumah Trecia. Dari city kami naik kereta jurusan Upfild lalu turun di Royal Park Station. Dari situ kami jalan kaki ke arah Brunchwick Road. Sekitar 100 meter di sebelah kiri mereka sudah terlihat ramai. Ada yang ngerumpi, ada juga yang main bola. Kaki udah gatel, ampir setaon ga pernah di tekel orang, pengen banget main bola. Eh, pas kami sampe, mereka yang main bola malah udahan, dan berencana mo pulang. Oh, sedihnya... Kaki gatalku ga bisa terpuaskan.

Poin pentingnya adalah kami bisa dateng dan ada foto yang bisa diabadikan. Cukup sedih juga punya sepupu dekat tapi jarang ketemu. Tapi sekiranya foto2 ini bisa mewakili kedekatan kami. Semoga kami masih bisa ketemu lagi, apalagi setelah mendengar Kristina bilang dia pengen ke Singapura lagi makan di Togi Restaurant (sekali lagi, Korea) karena katanya banyak gratisannya seperti Kimci dan teman2nya dan semua masakan Korea nya enak2. Mungkin aja kami bisa ketemu lagi. Semoga...

Sabtu, 17 September 2011

Aroma Wanita

Film Korea kali yang saya tonton bener2 penuh arti. Judulnya Scent of Woman. Inti dari cerita ini adalah ketika kamu hidup sebaiknya dinikmati dan kejarlah apa yang membuat dirimu bahagia.

Mengisahkan tentang seorang wanita yang udah 10 tahun mengabdi pada sebuah perusahaan Travel Agent. Setelah 10 tahun bekerja jangan bayangkan kalo dia adalah seorang Manager di perusahaan tersebut apalagi pemegang saham. Melainkan karyawan staff terendah dan selalu direndahkan sepanjang masa.

Wanita ini udah berumur 34 tahun dan dia selalu menghemat uangnya supaya suatu hari nanti dia bisa beli rumah, manikah, punya anak, hidup enak di masa tuanya. Tapi yang terjadi adalah dia selalu menunda semua keinginan2nya itu karena selalu merasa uang yang dia kumpulkan masih jauh dari kata CUKUP bagi dia.

Sampai suatu hari wanita ini kecelakaan lalu lintas dan dibawa ke rumah sakit. Sebetulnya ga ada cidera apa2 yang dideritanya, hanya saja kacamatanya yang tebal itu jadi pengok. Tapi karena pihak rumah sakit takut terjadi cidera bagian dalam makanya wanita ini di rontgen (X-ray) dan hasilnya bener2 mengubah hidup dia 180 derajat. Wanita ini dinyatakan mengidap kanker hati yang udah parah. Hidupnya tinggal 6 bulan lagi dari sejak kanker tersebut ditemukan dalam tubuhnya.

Betapa shocknya wanita ini. Idup udah susah, ngirit terus menerus, menahan2 semua keinginan yang dia ingin nikmatin, seperti beli baju bagus, punya tas bagus, make-up, punya pacar, rumah, jalan2 ke luar negeri. Pada saat dinyatakan sakit Kanker seolah2 mimpinya itu semua sirna karena kecil bagi dia untuk mewujudkan keinginannya itu dalam waktu 2 bulan.

Tapi pernahkah kita teringat kalo lagi sibuk kerja sampe menunda semua hal demi mengumpulkan uang, padahal waktu mati uang tersebut pun ga dibawa, yang nikmatin malah orang yang ditinggalkan? Itu pula yang membuat wanita ini sadar yang akhirnya dia membuat daftar 20 keinginan sebelum dia meninggalkan dunia ini selama2nya.

Memang, manusia harus merasa terdesak dulu baru dia bisa termotivasi. Seperti ilustrasi seorang maling yang dikejar 2 anjing herder, walaupun di depannya ada tembok yang menghalanginya setinggi 2 kali tubuhnya tetep aja dia bisa melewatinya dengan secepat kilat. Nah wanita ini pun merasa begitu, udah ga ada waktu lagi buat dia untuk menikmati hidup, kenapa di sisa waktunya yang tinggal 6 bulan ini ga dipake buat ngewujudin impian2 dia daripada meratapi sakit yang dia derita?

Film ini mengisahkan tentang idup dia selama masa 6 bulan tersebut. Bagaimana dia mampu mewujudkan ke-20 impian2nya, termasuk salah satunya punya pacar, melihat ibunya menikah lagi (karena ayahnya udah meninggal sejak dia masih SMP akibat penyakit yang sama, kanker), mencoba gaun pengantin, dll.

Menurut saya film ini layak ditonton terutama buat mereka yang kurang menghargai hidup dan mungkin buat mereka yang ga tau bagaimana harus memaknai hidup. Atau  mungkin buat mereka yang tersesat saat ini, ga punya impian, dan ga tau hal apa yang bisa bikin dirinya bahagia. Ga semua kebahagiaan itu melulu tentang uang. Uang Cuma salah satu cara untuk bisa bikin kita bahagia. Hanya salah satu dari sekian ribu hal yang membuat diri kita lebih bermakna.

Contoh uang ga membuat bahagia. Kemaren pas lagi kerja di resto saya kelaparan pada pukul 3 sore. Padahal jam makannya jam 5 sore. Seperti biasa saya dibawain snack sama Kristina dan snack kali ini adalah coklat kit-kat 4 bungkus dan biskuit 4 biji. Semua bisa saya habiskan dalam sekejap dan semua itu pas banget untuk energi yang saya butuhkan sampe jam 5 sore. Tapi waktu ngeliat temen2 di resto itu kelaparan juga saya bagi2in deh semuanya. Alhasil saya pun masih lapar. Tapi ada perasaan bahagia ketika melihat orang lain bahagia. Ketika melihat mereka begitu mengingini makanan kita dan berterimakasih akan hal tersebut karena mereka pun kelaparan. Lucu ya, kerja di restoran malah kelaparan. Kaya pepatah “Bagai tikus mati di lumbung padi” pas banget tuh kaya kerjaan saya. Cuma bedanya saya ga perlu mati. Saya akan ceritakan hal tentang kerjaan saya ini nanti lagi di artikel berikutnya.

Masih banyak lagi sebenernya kebahagiaan yang bisa kita dapatkan selama masa transisi di dunia ini. Nikmatilah pertualangannya karena hidup Cuma sekali, kita ga akan pernah ngerasain idup lagi. Carilah semua hal yang membuat diri kita merasa damai, tentram, dan jauh dari kebisingan orang2 serakah.

Satu hal lagi, mungkin ini terkesan konyol buat mereka ga percaya Tuhan. Tapi dengan percaya Tuhan itu ada dan selalu berdoa sama Dia, itu sangat membuat diri saya lebih bahagia dan kuat melewati setiap rintangan.

Ini link nya:

Selamat menikmati, semoga menemukan dan mampu menggapai kebahagian dalam hidup...

Si Kecil SHINE

Masih inget cerita artikel saya tentang “Makan Malam Bersama Jess dan Suman”? Kali ini saya dan Kristina datang lagi ke rumah mereka dan makan malam bersama lagi. Tapi kali ini ada tujuannya, ga Cuma sekedar makan malam gratisan. Tujuan kami kali ini adalah mau ngeliat anak mereka yang baru aja lahir, namanya Shine Choopra. Kata bapaknya (Jess) karena lahirnya di Australia maka kasi nama orang Australia aja, Shine, dan diharapkan nanti besarnya bisa hidup seperti cahaya yang membagikan terangnya ke sekitarnya.

Umur shine waktu kami jenguk ini baru 2 minggu, masih kecil banget dan seperti biasa pola tidur bayi, kalo siang dia tidur, kalo malam dia melek dan nangis minta di gendong. Berhubung intensitas “jam terbang” menggendong bayi masih kurang, sekarang saya dikasi kesempatan untuk gendong sampe puas karena bokap/nyokapnya lagi sibuk bikin makan malam, dan Kristina ikut2an bantuin karena dia tertarik bikin “roti” India. Ya, itung2 pemanasan sebelum punya sendiri.

Jess sempet bilang ke saya dengan logat bahasa inggris nya yang broken, intinya, “Tahun depan, gantian kami yang jenguk kalian dan Sydney ya?” Karena Kristina punya rencana anaknya kalo cowok mo dinamain Sydney tapi kalo cewek namanya Victoria. Tapi Jess yakin banget katanya anak kami yang pertama bakalan cowok. Hmm... Siapa yang tau ya? Kita liat aja nanti tanggal mainnya, Sydney atau Victoria yang akan lahir. Tapi kami sih berharap Sydney lah yang lahir duluan karena Kristina merasa berat banget sebagai anak sulung. Jadi kalo bisa anak sulung sebaiknya cowok.

Singkat cerita saya udah pegel gendongin Shine. Untungnya di waktu yang tepat pula, masakan India vegetarian ala orang India plus orang Indo (yang dalam proses belajar) udah jadi. Bye bye Shine...

Selasa, 13 September 2011

Hoki banget sih, loe, pengungsi!

Mungkin ga banyak orang tau atau mungkin saya nya yang sok tau, orang2 di aussie isinya ras apa aja sih? Misalnya aja ipar saya sendiri baru tau kalo ternyata orang indo di sini tuh banyak banget, sampe sangkin banyaknya ada begitu banyak komunitas yang mengatas-namakan orang indo. Dari perkumpulan indo dari segi agama aja bisa ada 5 komunitas (Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha), belom lagi perkumpulan pelajar, karyawan, pegawai negeri, dan masih banyak lagi.

Tapi dari semua komunitas itu sebenernya berfungsi sebagai wadah tempet kita para pendatang yang ga tau harus memulai dari mana di negeri orang yang sama sekali beda budaya. Mungkin ada yang keterbatasan bahasa dan teknologi sehingga kurang mendapatkan informasi yang bisa menunjang profesi yang sedang dijalankan sekarang. Informasi seperti lowongan pekerjaan, ataupun komunitasnya itu sendiri sebenernya sangat membantu mengatasi phobia/ketakutan di negeri orang ini.

Dari begitu banyaknya komunitas orang2 indo, harusnya bagi mereka yang sedang merantau ke aussie pastilah merasa terbantu dan beruntung. Mereka bisa berkarir maksimal, informasi pun bisa didapat dengan mudah. Tapi ga ada yang lebih beruntung dengan orang2 yang akan saya sebut berikut ini.

Kata temen sekolah dulu, kalo mo liat orang2 di suatu negara itu seperti apa aja rasnya kita bisa liat dari tim sepakbolanya. Kalo isinya bule2, ya itulah mayoritas masyarakatnya. Gitu juga kalo tim yang isinya orang2 item mayoritas penduduknya adalah orang2 item juga. Tapi di aussie ini ada yang beda. Memang betul mayoritas penduduknya adalah orang bule (karena tim sepakbolanya semuanya orang bule), tapi banyak juga ditemukan orang2 non bule, seperti asia dan afrika. Jadi udah mirip kaya Indonesia, mayoritas penduduknya orang melayu, tapi banyak juga ditemukan orang chinese yang tinggal di situ.

Nah orang2 asia dan afrika itu dari mana aja? kenapa mereka bisa tinggal di sini? Apa yang mereka kerjakan? Langsung aja ke intinya, mereka adalah para pengungsi. Ini yang saya maksudkan kenapa mereka lebih beruntung ketimbang orang2 indo yang bisa mendapatkan komunitas yang mampu memenuhi kekurangan mereka ketika merantau ke sini. Umumnya mereka berasal dari Vietnam, Burma, Malaysia, dan negara2 Afrika seperti Nigeria, Angola, Zimbabwe, dll. Intinya negara2 yang sedang dilanda perang, kelaparan, ataupun kemiskinan, Australia melancarkan kerjasama dengan negara tersebut untuk menampung penduduk2nya.

Awalnya saya pikir itu sebuah kerjasama gratis dan tanpa imbalan tapi setelah baca berita baru2 ini bahwa Australia baru saja menandatangani perjanjian kerjasama MOU untuk para pengungsi di negara Papua New Guinea (Papua Timur). Australia akan menampung setiap penduduk dari sana dan tinggal di aussie sebagai warga negara. Sebagai gantinya Australia diperbolehkan meneliti dan mengeksploitasi (bahasa kasarnya) semua satwa yang ada di Papua Timur. Berita tersebut menuliskan bahwa sebelumnya Australia harus menolak penawaran MOU yang sama untuk 40.000 pengungsi dari Malaysia. Ga disebutkan kenapa Malaysia bisa punya pengungsi (atau mungkin disebutkan tapi berhubung bahasa inggris saya lambretto alias lemot jadinya maap kata nih, artikelnya kurang informatip, hehehe) tapi yang pasti pengungsi asal Malaysia untuk saat ini ga bisa masuk aussie dulu.

Nah, bisa dibayangkan tuh, berapa banyak orang pengungsi yang udah ditampung sama Australia? Sampe2 ada daerah2 yang karena mayoritas penduduknya adalah berasal dari suatu negara ungsian itu udah kaya negara bagian tersendiri, misalnya aja daerah St. Albans yang isinya orang2 asal Vietnam, sampe2 udah disebut sebagai Little Saigon. Ada juga daerah Sunshine yang dihuni oleh mayoritas orang2 kulit hitam.

Berapa banyak tuh orang2 yang non bule yang tinggal di sini? Buuuuaaaannyak banget. Tinggal di sini udah kaya tinggal di satu negara dengan 1.000 bahasa. Banyak ragam, banyak cincong, banyak bacot yang saya ga ngerti. Betapa mereka beruntung sekali, mereka mengungsi ke sini tanpa dibekali kemampuan yang memadai. Bahkan mungkin beberapa diantara mereka banyak yang buta huruf (kaleee...) Sementara itu temen2 dari Indo yang berjuang mati2an demi bisa Permanent Resident (baru PR lho, belom ngajuin warga negara) di sini banyak banget yang bertaburan “di jalan” gara2 di tolak.

Tau sendiri, ngajuin PR sekarang semakin dipersulit:
  1. Harus minimal 5 tahun pengalaman kerja di bidang yang masuk daftar occupation yang dibutuhkan pemerintah aussie.
  2. Pada saat mengajukan tidak sedang menganggur ataupun ganti profesi.
  3. Poin bahasa inggris minimal 7; saya aja masih 5 dan itu ngerasanya kaya sebuah mukjizat.
  4. Umur harus di bawah 30, kalo di atas 30 nilai bahasa inggrisnya harus lebih tinggi lagi.

Sebel campur keki juga sih kalo ngeliat mereka yang ga punya kemampuan tapi kok bisa punya mobil, rumah, fasilitas kesehatan dibayarin pemerintah sini, dll deh. Padahal saya berani taruhan dah kalo ditandingin sama mereka2 yang datang ke sini skill saya jauh lah di atas mereka. Yah, ga usah jauh2 lah, koki di restoran tempet saya kerja aja udah Permanent Resident, padahal bahasa inggrisnya katrok banget dah, ancur abis (tapi bedanya koki di resto tempet saya kerja ini orang Bali bukan pengungsi, ;p). Sama sekali ga bermaksud menyombongkan diri tapi inilah isi hati seorang yang sedang iri hati. Mereka yang kurang berkualitas kok begitu mudahnya untuk bisa tinggal di sini. Sementara mereka yang berkualitas seringnya kesulitan untuk memenuhi standar pemerintah aussie.

Pic from here
Huh, gimana sih sebenernya pola pikir pemerintah aussie tuh? Ini benua sebenernya mo diisi orang2 berkualitas atau para pengungsi yang mentalnya mental perang? Apalagi saat ini pemerintah aussie lagi meributkan tentang rencana mereka untuk menaikkan tarif pajak Karbon (pajak atas pencemaran udara, misalnya pabrik) padahal pencemaran udara di Australia hanya 0.05%. Sebagai perbandingannya contoh aja New Delhi – India yang menempati posisi ke-6 kota terpolusi di dunia menyumbang 13%. 

Yach, beginilah ciri2 orang sirik. Ada yang bilang sirik tanda tak mampu. Tapi mungkin itu benar, mungkin saya tidak mampu, atau mungkin lebih tepatnya belum layak tinggal di sini? Karena mereka para pengungsi itu lebih layak untuk bisa tinggal nyaman di sini ketimbang di negaranya yang perang dan kelaparan.