About Me:

Saya adalah seorang manusia gila yang terlalu banyak uneg-uneg & obsesi yang belom tercapai. Sebagian orang menilai saya adalah orang yang sedang mencari jati diri. Pernyataan tersebut hampir betul dikarenakan sedikitnya waktu bagi saya untuk menemukan apa yang saya benar2 inginkan dalam hidup ini. Tak ada ruang untuk berekspresi, berkreasi, dan menjadi gila di dunia yang naif ini. Alhasil, terciptalah saya sebagai pribadi yang terkesan eksplosif, dableg & sering keluar dari jalur. Kebahagiaan & kesenangan yang saya rasakan pun terkadang tidak pernah bisa dibagikan dengan orang lain, padahal Chistopher McCandless berpesan di akhir hayatnya: "Happiness only real when it shared". Untuk itulah blog ini tercipta, ga masalah orang2 yang baca mo menanggipnya atau tidak, ga masalah jika para pembacanya menjadi antipati atau termotivasi karena topiknya, yang penting saya sudah berbagi supaya ada sedikit cahaya kebahagiaan dalam hidup saya ini.

Sabtu, 19 November 2011

77 Angka Keramat

Artikel ini berusaha saya selesaikan dalam perjalanan di pesawat semalem dari Melboune ke Kuala Lumpur. Saya cukup depresi waktu melihat blog saya kok ternyata bulan November ini belom ada apdetan. Padahal di otak banyak banget cerita2 yang belom terluapkan terutama perihal pekerjaan saya di restoran frencise terkenal asal Indonesia.

Ga kerasa ternyata saya udah 8 bulan kerja di restoran neraka ini. Hahaha... Maaf kalo ada yang ga seneng saya pake kata “neraka”, terutama teman2 alumnus restoran yang sama. Saya tau kalian begitu “mencintai” restoran ini dan kerjaannya, hahaha...

Oke biar jelas akan saya jelaskan dan biar para pembaca yang menentukan apakah ini termasuk Neraka atau Surga.

Di lowongan tertulis dibutuhkan Kitchenhand (tukang cuci piring) tapi pada waktu di lapangan kerjaan saya ga Cuma cuci piring tapi prepare makanan, kirim makanan, angkut2 barang naik/turun gudang. Itu pun belom termasuk beras (20kg per karung), santen kalengan (+/- 10kg per box), nangka kalengan (+/- 10kg per box), dan kelapa kalengan (+/- 10kg per box) yang tempetnya terpisah dari gudang tapi sama2 harus naik/turun tangga.

Setiap kali cuci piring harus selalu pake AIR PANAS, maaf bukan air anget lagi. Istilahnya mah air anget ga level lah buat cuci piring karena katanya noda lemak membandel ga luntur kalo Cuma anget. Alhasil 1 bulan pertama kulit tangan saya langsung muncul bintik2 merah dan kering kerontang bak genteng di atep rumah ortu di Tangerang pas musim panas (halah, mo musim panas atau ujan sama aja suhunya). Si pemilik Cuma nganjurin beli Vasline. Yang paling bikin eneg adalah dia Cuma NGANJURIN udah gitu suruh beli sendiri. Singkong diragi’in... Tape deh! (red: Capek deh!).

Kejadian lainnya lagi, saya pernah kerja ga dibayar karena terpaksa harus menunggu pengganti saya yang datang terlambat. Dan itu terjadi berkali2 dan anehnya selalu hari kamis. Sepertinya sang majikan tau kalo saya setiap hari kamis kerja di tempet lain. Makanya dia sengaja bikin saya susah. Pak majikan ga suka kalo karyawannya kerja di tempet lain, terutama kalo itu sama2 restoran juga. Jadi dia pengen semua karyawannya Cuma kerja sama dia, pahadal ga semua staff dapet jam kerja banyak kaya saya (Senin-Jumat, pk. 09.00 – 17.00). Ada yang seminggu Cuma 1 hari kerjanya malah ada yang Cuma 3 jam seminggu. Khan ga adil itu namanya, menghambat kesempatan orang untuk bisa dapetin penghasilan lebih di tempet lain. Padahal gaji di sini pun ga gede, Cuma $10/jam dan itu termasuk kecil untuk standar Melbourne.

Sang pemilik belom puas menyiksa karyawannya sampe di situ. Dia selalu mengancam akan memotong gaji karyawannya setiap kali ada kesalahan yang dirasanya tidak menyenangkan hati dia. Saya sendiri pernah jadi salah satu korban pemotongan gaji tersebut. Jadi ceritanya suatu hari saya dapet kerjaan baru (kerjaan baru, tapi gajinya ga baru2, bikin bt aja...) yaitu mengisi softdrink dan minuman2 dingin lainnya. Yang tanpa saya sadari ternyata menjadi tanggung jawab saya juga untuk memantau kapan minuman itu kadaluarsa. Kalo sampe minuman tersebut ada yang kadaluarsa maka gaji sayalah yang jadi korban. Lucu ya, bussinessman nya siapa, tapi yang nanggung resikonya siapa. Intinya, sang pemilik maunya menaruh resiko bisnisnya di pundak karyawan2nya tapi semua keuntungannya dirauk semua ke tangan dia. Denger2 1 hari dia bisa meraup keuntungan bersih dari 2 restoran francise asal Indonesia ini sebesar AUD 3,000. Saya aja yang gajinya AUD 440/minggu udah bisa idup lebih nyaman lah ketimbang di waktu di Indo. Tapi ini AUD 3,000/hari? Aji gile buset deh ach... Gimana cara ngabisinnya ya? Kadang saya sempet mikir uang kalo gaji saya segitu berarti seminggu = AUD 21,000. Almale (“Oh, my God” dalam bahasa Burma) duit semua itu? Kalo di kali Rp 9,000 (kurs rata2 Rp terhadap AU$) berarti penghasilan per minggu Rp 189,000,000. Gila itu baru seminggu, gimana sebulan?

Tapi anehnya dia masih serakah dan terus aja jadiin karyawannya sapi perah. Peres terus, pak majikan, sampe titik darah penghabisan dah. Kalo bisa mah mungkin sekalipun darahnya udah abis, ampasnya juga masih bisa ngasilin duit.

Sang majikan juga pernah mengancam akan memotong gaji saya untuk Mi Atom Bulan yang biasa digunakan untuk menu di restoran ini dimana pada waktu itu kokinya menyampaikan ke majikan bahwa stok Atom Bulan habis padahal hari itu butuh untuk jualan. Entah bagaimana ceritanya si koki bisa bilang stoknya habis, padahal di gudang masih tersisa 1 box. Sehingga membuat sang majikan terpaksa harus membeli mi merek lain yang harganya lebih mahal sedikit. Tapi keesokan harinya si majikan bilang ga jadi memotong gaji saya, tapi dia berharap jangan diulangi kesalahan tersebut. Wah, saya senengnya setengah mati tuh waktu itu. Saya pikir dia begitu pengertian, tapi ternyata sama aja. Dia ga pernah bayar kelebihan jam kerja saya selama 30 menit setiap hari Kamis. Jadi sebenernya sama aja, malah saya merasa dirugikan, untuk harga 1 box atom bulan saya harus menggantinya dengan rela ga dibayar selama 30 menit setiap hari kami.

Lucunya lagi dia pernah mengeluhkan bahwa pengeluaran untuk tissue makan yang dibagiin ke customer dan tissue toilet menghabiskan biaya sebesar AUD 40,000/tahun. Dia mengatakan dia bisa beli 1 mobil mewah karena terlalu boros mengeluarkan expense sebesar AUD 40,000/tahun. Saat itu juga sebenernya saya mo langsung nyaut “Kalo gitu ngapain loe beli tissue?” Tapi sautan saya hanya bisa di dalam hati saja (kaya lagu aja, “...dalam hati saja”) karena dalam itungan detik itu pula saya langsung menyadari sebenernya dia Cuma pelit dan serakah. Dia mungkin berandai2 kalo bisa uang AUD 40,000 itu kalo bisa ga keluar dari kantongnya dan bisa dia nikmatin sendiri.

Dari perasaan sebel, bt, emosi, dan pengen nge-gebok gara2 keseringan di bullying di tempat kerja, sekarang justru saya merasa sangat kasihan sama sang majikan satu ini. Pikirannya terlalu dipenuhi akan keserakahan. Keinginannya untuk lebih kaya dan meraup keuntungan sebanyak2nya dengan mengorbankan kebahagiaan orang lain (termasuk keluarganya). Anaknya (Nori) pernah mengeluhkan dia harus bekerja bantu di restoran di saat liburan sekolah. Jadi ceritanya waktu itu saya tau kalo Nori lagi libur sekolahnya dan saya cukup kaget akan kehadirannya dan menanyakan kenapa dia malah kerja? (Karena biasanya dia setiap abis pulang sekolah selalu bantu bapaknya jadi kasir, libur sekolah kok malah makin getol kerjanya?) Jawabannya cukup memberikan gambaran kepada saya bahwa dia stres dan ga happy disuruh kerja. “I am working holiday, you know!” Saut si Nori dengan muka bt dan emosi. Dalam hati saya jawab: “Wah, kok mirip visa gw?” Hehehehe...

Cerita lain lagi yang saya dapatkan dan menjadi landasan saya juga untuk menyimpulkan bahwa keluarga ini ga bahagia adalah istrinya (Mimi). Jadi suatu hari Mimi dan anaknya – Nori mendapatkan restu dari sang diktator untuk berlibur ke Jepang. Kebetulan di Jepang ada adik kandung dari si Mimi jadi mungkin menghemat biaya untuk akomodasi. Setelah mereka kembali dari liburan tentunya kami para staff pengen tau cerita liburannya gimana. Jawabannya cukup masuk akal, sebagian besar waktu mereka di Jepang digunakan untuk tidur dan bangun sampe siang. Bener2 kasian, karena mereka selama tinggal bareng sang diktator ga bisa bangun siang. Bahkan saya diceritain Mi Aung (salah satu staff yang tinggal bareng mereka) kalo si majikan udah bangun, yang lain harus ikut bangun. Kalo masih ada yang tidur, pasti pintunya digedor sampe orangnya bangun. Kasian amat, bener2 ga bisa memuaskan diri sendiri. Sepertinya punya orang tua seperti majikan satu ini bikin kita harus melupakan keinginan2 kita. Apalagi impian, haiya, bener2 tinggal mimpi doank.

Jadi keinget sama kata2nya Mahatma Gandhi, sang pelopor demokrasi di India, pernah mengatakan begini: “Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.” Kalo ngeliat joget2nya si majikan dalam memperlakukan karyawannya kaya gitu, gimana bisa sedih kalo pas dia mati? Yang ada malah kebalikannya

Jadi sejak kerja di restoran ini saya jadi semakin kuat dalam 1 hal, bahwa uang ga bisa memberikan kita kebahagiaan. Kebahagiaan hanya bisa diperoleh dari bagaimana cara kita memperlakukan dan diperlakukan. Tapi anehnya begitu banyak orang yang senen/kemis ngejar setoran, mengorbankan waktunya bersama keluarga, atau bahkan terpaksa mengubur dalam2 impian-impian yang bisa membuat dirinya bahagia. Padahal idup Cuma 1x, abis itu lewat dah semua kesempatan untuk menikmati idup ini.

Artikel ini saya persembahkan untuk diri saya sendiri untuk supaya bisa dikenang dan ada perubahan hidup ke arah yang lebih baik...