About Me:

Saya adalah seorang manusia gila yang terlalu banyak uneg-uneg & obsesi yang belom tercapai. Sebagian orang menilai saya adalah orang yang sedang mencari jati diri. Pernyataan tersebut hampir betul dikarenakan sedikitnya waktu bagi saya untuk menemukan apa yang saya benar2 inginkan dalam hidup ini. Tak ada ruang untuk berekspresi, berkreasi, dan menjadi gila di dunia yang naif ini. Alhasil, terciptalah saya sebagai pribadi yang terkesan eksplosif, dableg & sering keluar dari jalur. Kebahagiaan & kesenangan yang saya rasakan pun terkadang tidak pernah bisa dibagikan dengan orang lain, padahal Chistopher McCandless berpesan di akhir hayatnya: "Happiness only real when it shared". Untuk itulah blog ini tercipta, ga masalah orang2 yang baca mo menanggipnya atau tidak, ga masalah jika para pembacanya menjadi antipati atau termotivasi karena topiknya, yang penting saya sudah berbagi supaya ada sedikit cahaya kebahagiaan dalam hidup saya ini.

Minggu, 24 Mei 2015

Lavendula

Masih tentang perjalanan di sekitar Daylesford dan permukiman air mineral. Ternyata ada tempat kunjungan yang mirip dengan Yuulong Lavender. Perkebunan lavender yang tentu saja sudah tak berbunga lagi karena kedatangan kami di salah musim. Nama tempatnya adalah Lavandula. Dengan membayar $4 per orang dewasa dan $1.5 untuk anak2 terhitung yang sudah mulai sekolah. Eog dihitung gratis karena masih ngesot di playgroup.

Perjalanan hampir mendekati tempat Lavandula memang naik turun. Artinya ada pemandangan bukit2 di sebelah kanan, peternakan domba yang terlihat dari atas, dan pohon dedaunan maple yang terlihat kemerah-merahan. Sayang saya sambil nyetir jadi ga bisa benar2 menikmati pemandangannya.

Sampai di sana dengan membayar 2x $4 di dalam sebuah gubuk kayu, sang kasir sudah menunggu dengan ramah dan siap menjelaskan ada apa aja di dalam sana. Tempat pembayaran tiket pun sekaligus sebagai tempat toko penjualan souvenir yang terbuat dari lavender. Ada banyak pula mainan2 kayu maupun pernak pernik penghias rumah buat yang doyan sama pajangan.

Di hadapan kami setelah melewati gerbang masuk, ada 2 gubuk masing2 di kanan dan kiri dimana gubuk ini punya cerita sendiri juga. Barang2 yang mengisi rumah tersebut masih sama seperti sedia kala dihuni oleh penghuni sebelumnya. Keluarga dari Swiss yang datang ke Australia bermaksud untuk menggali emas2 yang ada di sini. Kata guide nya kalo beruntung kamu bisa nemu kerikil emas di pinggir jalan sekitar sini, tapi jangan berharap banyak karena emasnya sudah habis dari puluhan tahun yang lalu. Jadi kalo ada serpihan2 pun sudah diambilin orang dari jaman dulu.

Lewat dari gubuk orang Swiss kami lanjutkan perjalanan. Sebelah kanan tersaji pemandangan lembah dan bukit yang bagus banget dengan hamparan rumput hijau dan tanaman lavender yang belum mekar. Sementara di sebelah kirinya ada kafe LOCARNO yang menyediakan tempat duduk di dalam dan di luar. Nothing special ya karena kafe dimana2 juga bisa duduk dalam dan luar. Kami memilih di luar karena pemandangannya yang indah dan letak meja dan kursi berada diantara pepohonan yang ditanam berurut. Walau dingin tapi suasana terasa hangat dengan kebersamaan, apalagi ditambah bukit2 yang menghiasi mata seperti lukisan, ditambah seruputan kopi panas.

Ada sesuatu yang menarik dipojokan kafe. Saya melihat ada tangki penampungan air besar bertuliskan “Air hujan, silahkan diminum. Gratis” Wah, jelas saya minum ini sih, penasaran rasanya. Dulu waktu di Pontianak, saya dijelaskan sama ipar saya yang ternyata selalu menampung air hujan untuk kebutuhan sehari2 seperti mandi, masak, dan minum. Tapi bukan air rembesan pertama karena kotor membawa debu dari genteng. Biasanya mulai ditampung setelah 2-3x hujan.

Lanjut lagi melewati kafe, kami menemukan ada 2 kandang terpisah, masing2 dihuni oleh 1 hewan unggas besar bernama Emu. Entahlah dalam bahasa Indonesia binatang apa ini. Saya coba translate di google tetep aja keluarnya Emu. Jadi kalo bingung silahkan google image, jadi tau bentukannya seperti apa. Hewan unggas ini menurut saya mirip burung unta, hanya saja kalo burung unta bulunya hitam-putih dan lehernya tak berbulu, sementara Emu seluruh badannya termasuk lehernya berbulu yang sama yakni abu2.

Melewati 2 kandang Emu, kami lanjutkan tetap ke depan. Ada kandang yang terdapat sekumpulan bebek putih atau biasa saya sebut soang. Hmm, bahasa formalnya itik. Eog yang demen sama binatang ya demen deh ngeliatin gituan. Kami mah lihat kanan-kiri, mau tau aja ada apa di sekitar situ walau ternyata ini jalan buntu.

Kami balik ke arah kandang Emu dan berbelok kea rah lain. Di sana ga ada apa2, hanya saja pemandangannya bagus sekali. Jadi kami foto2. Oh, iya, ada kereta tua yang terparkir di salah satu gang di sebelah kiri jalan.

Setelah puas dengan jepret2 dan menikmati pemandangan serasa di ladang yang mirip orang tua angkat Superman (Ken’s family), kami akhiri perjalanan kami di toko souvenir tempat kami bayar tiket masuk tadi.







Selasa, 19 Mei 2015

Bagaimana Saya Bisa di Australia

Berdasarkan permintaan salah satu pengunjung dan saya juga baru nyadar setelah saya baca2 ulang postingan yang lama ternyata saya belum cerita dan banyak yang nanyain juga gimana prosesnya saya bisa ada di Australia.

Pertama2 perlu diketahui bahwa saya dan Kristina sudah ga betah di Jakarta. Yang paling ga betah sebenernya Kristina karena dia bukan berasal dari kota besar. Sementara saya sudah dibesarkan dengan suasana polusi dan ketidak-nyamanan ini jadi ga ngerasa kalo ini adalah situasi yang salah.

Awalnya kami hendak pindah ke Singapura. Kristina mencoba mencari info melalui internet, mungkin ke website imigrasi Singapur kali. Disimpulkan bahwa peluangnya adalah 50:50 dikarenakan keputusan berdasarkan pihak imigrasi Singapur. Kalo dia seneng dengan profil kita dia kasi PR ke kita tapi kalo nggak, dibiarinin aja tuh dokumen kita tanpa ada pemberitahuan mengenai kemajuannya. Jadi kita kaya nungguin sia2. Selain itu Atma Jaya Yogya yang menjadi Universitas tempat kami lulus, tidak ada dalam list mereka yang diperbolehkan untuk memperoleh PR.

Lepas beberapa hari setelah kekecewaan kami karena ga bisa apply PR Singapur, paman saya yang dari Sidney datang berkunjung ke Tangerang untuk mengunjungi saudara2nya termasuk saya. Mendengar cerita darinya mengenai peluang di Ausi kami pun tertarik mengikuti jalannya. Paman saya bisa jadi warganegara Ausi sekarang melalui jalur ilegal. Dia datang ke Ausi skitar 15 tahun yang lalu. Dulu Ausi butuh penduduk jadi dengan mudahnya bisa dapat kewarganegaraan. Dengan memiliki anak yang lahir di Ausi, ketika anak tersebut tepat berusia 10 tahun, anak tersebut secara otomatis mensponsori orangtua nya untuk menjadi warganegara Ausi. Tapi sekarang Ausi kekurangan lahan pekerjaan, dalam arti lain di sini sekarang kelebihan tenaga kerja jadi kedatangan penduduk secara ilegal tidak akan mengubah nasib secara signifikan.

Saya ceritakan ke Kristina apa yang paman saya sampaikan waktu itu dan mengajaknya untuk hengkang ke Ausi mengikuti jalurnya. Kristina langsung menolak. Bukan menolak untuk ke Ausinya melainkan caranya. Menurutnya 10 tahun harus menghindari polisi dan bekerja secara ilegal sangatlah tidak nyaman. Selain itu kebijakan pemerintah bisa saja berubah dalam kurun waktu 10 tahun. Dan benar saja tebakan Kristina, sekarang pemerintah Ausi sangat menentang kedatangan imigran gelap terutama dari Indonesia yang sering menggunakan visa turis lalu bekerja di perkebunan.

Pupuslah harapan saya pikir waktu itu karena amat sulit untuk mendapatkan PR dengan jalur resmi terutama dari segi finansial. Kalo ga salah 2-3 hari kemudian Kristina ngabarin saya bahwa ada teman kuliahnya dulu mau ngenalin agen yang sedang memproses dokumen temannya itu juga untuk pengajuan PR Australia. Tanpa babibu, langsung aja kami langsung berhubungan dengan agen ini untuk interview apakah kami memenuhi syarat atau nggak untuk PR. 

Singkat cerita, dokumen2 yang dibutuhkan untuk pengajuan PR pun kami siapkan dan kirim ke Australia karena kami atau lebih tepatnya Kristina sebagai aplikannya memenuhi syarat. Sekedar info, pengajuan PR kami melalui jalur Skilled Migrant. Setelah menyelesaikan pembayaran kedua dari total sebesar $5,500 atas jasa agen dalam pengurusan PR ini, agen pun bilang, sekarang cuma tinggal nunggu kabar dari pemerintah Ausi. Kalo di approved tinggal melunasi pembayaran ketiga. Darimana itu $5,500? Huh, ngutang, bro. Ngutangnya pun ga ke satu/dua orang, tapi 7 orang sekaligus. Jangan kira kami punya duit segitu. Boro2 10 juta, 1 juta ditabungan pun tak ada. Kami dari kelurga miskin yang punya tunggakan besar, namun tak sebesar impian kami.

Ditengah proses menunggu yang katanya bisa sampai 1-3 tahun, agen pun nawarin 'Mau ga ikut Work and Holiday Visa?' Saya ga punya alasan untuk menolak karena udah emped sama situasi keterdesakan ekonomi ini. Dokumen pun disiapkan lagi dan kejadian buruk menimpa kami. Kami mendapat kabar papi Kristina meninggal serangan jantung di pagi hari. Akhirnya kami tunda dulu persiapan dokumennya dan melayat ke Pekalongan. 

Singkat cerita dalam suasana berkabung kami kembali melanjutkan persiapan dokumen. Whatever happened, life must go on. Kami semakin bertekat untuk kehidupan yang lebih baik. Apply WHV sudah barang tentu duit lagi, kalo ga salah waktu itu $1,000/orang. Sekarang bisa nyampe $2,000/orang, minjem sodara yang lainnya lagi, muka ditebelin aja kalo ada yang nanya 'utang kamu sama Tante A udah terbayar belum?' Atau pertanyaan2 lainnya yang sekiranya akan menyinggung perasaan, ditelan sajalah. Tak lama terdengar kabar WHV kami granted, kalo ga salah 20 Juli 2009. Tapi kami berangkat ke Ausi nya 9 Maret 2010. 

Kira2 9 bulan kemudian sekitar awal Desember 2010 kami dapat kabar PR kami granted. Artinya, setelah sekitar 1,5 tahun sejak kami kirim dokumen. Dan tentu saja duit lagi dibutuhkan buat ngelunasin agen nya. Tapi selama 9 bulan sudah bekerja keras dan hidup ngirit sengirit ngiritnya di Ausi, hutang2 sebagian besar sudah terbayar. Jadi kalo minjem duit lagi, perasaan agak lebih enak, muka bisa sedikit diangkat.

Kami kembali ke Indo untuk menyiapkan segala dokumen dan membawa barang2 yang sekiranya diperlukan untuk menetap. Masuk lagi ke Ausi dengan visa PR.

Sekian ceritanya, semoga terjawab kebingungan darimana urutannya kami bisa PR di Ausi. Semoga menginspirasi...