About Me:

Saya adalah seorang manusia gila yang terlalu banyak uneg-uneg & obsesi yang belom tercapai. Sebagian orang menilai saya adalah orang yang sedang mencari jati diri. Pernyataan tersebut hampir betul dikarenakan sedikitnya waktu bagi saya untuk menemukan apa yang saya benar2 inginkan dalam hidup ini. Tak ada ruang untuk berekspresi, berkreasi, dan menjadi gila di dunia yang naif ini. Alhasil, terciptalah saya sebagai pribadi yang terkesan eksplosif, dableg & sering keluar dari jalur. Kebahagiaan & kesenangan yang saya rasakan pun terkadang tidak pernah bisa dibagikan dengan orang lain, padahal Chistopher McCandless berpesan di akhir hayatnya: "Happiness only real when it shared". Untuk itulah blog ini tercipta, ga masalah orang2 yang baca mo menanggipnya atau tidak, ga masalah jika para pembacanya menjadi antipati atau termotivasi karena topiknya, yang penting saya sudah berbagi supaya ada sedikit cahaya kebahagiaan dalam hidup saya ini.

Selasa, 30 Juni 2015

Mari Cintai Indonesia

Perjalanan selanjutnya setelah selesai dan puas dengan hiburan tarian Barong dan Kris, kami berlanjut ke sebuah tempat kerajinan perak bernama ANOM di daerah Gianyar. Saya sempat menyakan ke pak Gusti sang sopir, kenapa memilih toko ini ketimbang toko lain. Jawabannya adalah toko ini bisa kasi diskon sampai dengan 40% untuk orang Indo tapi hanya maksimal 20% untuk orang asing. Karena setiap sopir yang bawa orang asing, sopirnya dapet jatah untuk setiap penjualan perak yang terjadi. Jadi pihak toko harus membagi keuntungannya dengan sopir. Saya sekalian promosiin ANOM ini buat yang tertarik beli perak Bali. Saya ga dapet cipratan apa2 lho dari pihak toko. Sungguh... Hanya sekedar menginfokan buat teman2 yang mau ke Bali dan tertarik dengan kerajinan perak mungkin sebaiknya beli di sini. Kalo ada yang tau lebih baik, bisa di share di kolom komentar, supaya para pembaca lainnya bisa lebih tau.

Ada perbedaan harga antara orang lokal dengan orang asing. Bukan hanya dari segi harga barang dagangan saja melainkan harga tiket masuk tempat wisata pun ada perbedaan yang signifikan. Terlebih dari itu cobalah berpikir 2x sebelum membeli barang dagangan merek asing, mari cintai produk kita sendiri. Mari cintai Indonesia

Setelah puas liat2 kerajinan perak dari cincin, anting2, sampe hiasan pajangan di rumah seperti kereta kencana, sumpit, patung2, dll kami meluncur ke daerah Kintamani untuk mencari makan siang. Dalam perjalanan cukup menggugah hati dikarenakan banyak sekali sawah2 bertingkat yang dulu sering saya lihat di buku pelajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa). Aneh ya pemandangan sawah kok adanya di buku sejarah. Mungkin karena pada jaman perjuangan suasananya masih asri dan asli, sawah2 yang bertingkat menghampar luas. Aduh, Indonesia tak mungkin lagi bisa seperti itu. Saya yakin Bali pun akan menyusul karena menurut penuturan pak Gusti, banyak orang2 asing yang menyewa tanah sawah sepanjang jalan yang kami lewati tersebut. Rata2 mereka adalah orang Amerika. Dikarenakan mereka orang asing, mereka ga diperbolehkan untuk mempunyai properti di Indonesia, jadi hanya bisa menyewa.

Orang2 asing ini cukup berani mengambil resiko. Hanya dengan menyewa tanah/sawah dari orang lokal, mereka membangun rumah yang berisi 4-5 kamar tidur. Setelah rumahnya jadi mereka sewakan bangunan tersebut ke pengunjung yang sebagian besar adalah orang asing juga. Lalu orang lokalnya dapat apa? Dapet sebesar uang sewa tanah yang tak seberapa karena di situ masih desa. Lalu orang bule nya dapet duit berapa? Dapetnya bisa 4-5x lipat dalam sebulan karena vila atau rumah sewaan yang disewakan menawarkan pemandangan desa yang asri dan sawah berterasering.

Walau judulnya pariwisata adalah sarana pendapatan devisa daerah, ternyata ga 100%  semua aspek masuk ke kantong penduduk lokal. Orang asing pun yang telah tinggal lama di Indonesia mampu membaca situasi hukum yang kurang kuat sehingga mereka berani mengambil resiko untuk mendapatkan sedikit “cipratan” dari keindahan negeri ini. Memang persentasenya masih kecil, namun jika dibiarkan akan semakin banyak orang2 asing yang ikut2an dan mungkin akan mencaplok bidang lain.

Indonesia masih tereksploitasi oleh negara asing. Kalo Papua dieksploitasi emas dan uraniumnya di Bali bidang pariwisatanya. Karena memang hanya bidang pariwisatalah sumber devisa bagi Bali.Mari cintai Indonesia.

Kalo saya pulang ke Tangerang, yang akan saya temui di jalanan sebagai hewan liar adalah kucing. Dimana2 kucing, dari sudut kota sampai pelosok kampung tangerang. Lain lagi kalo di Ausi, dimana2 burung Camar dan Gagak. Camar untuk hewan liat sekitar pantai sementara Gagak hewan liat yang jauh dari pantai. Tapi berbeda di Bali ini, hewan liarnya adalah anjing, tepatnya jenis Kintamani yang merupakan anjing pegunungan sekaligus pekerja yang bisa diandalkan untuk menjaga rumah.

Anjing Kintamani menurut saya badannya mirip dengan anjing kampung, tapi kepala dan telinganya mirip anjing Hachiko. Duh jenis apa ya anjing Hachiko ini? Saya Cuma tau nama anjingnya Hachiko karena cerita tentang kesetiaannya udah mendunia. Sampai dibuat versi Holiwoodnya yang dimainkan Richard Gere. Denger2 sih anjing Kintamani ini sejak 1994 sudah disahkan menjadi anjing khas Bali dan sudah mendapatkan pengakuan dunia. Tapi perihal kebenarannya saya kurang tau, mungkin bisa dicek di internet.

Dimana2 terdapat hewan liar. Beda tempat beda pula hewan liarnya. Suatu keunikan tersendiri yang patut dibanggakan oleh kita sebagai anak negeri. Mari cintai Indonesia.

“...Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat dan kayu pun jadi tanaman” Ada yang masih ingat ini kutipan dari mana? Sebelum saya beri tahu jawabannya silahkan berpikir sejenak untuk mengingat2. Sebuah grup musik yang cukup ternama di jaman orangtua saya dulu dengan musik2 pop mereka yang membuat hit semua. Koes Plus dengan lagunya “Bukan lautan hanya kolam susu”. Betul sekali dan saya setuju dengan syair yang mereka buat. Negeri kita seperti surga apapun bisa jadi uang, apapun bisa jadi ‘tanaman’.

Di Bali ada banyak tempat kerajinan yang sangat menggugah hati saya. Dari kerajinan batu sampai kayu. Salah satunya juga adalah kerajinan perak yang sudah saya jelaskan di atas. Tapi kali ini saya mau menceritakan kerajinan kayu yang menurut saya butuh imajinasi yang kuat dalam memanfaatkan sumber alam seperti akar2 pepohonan dengan meminimalisir pemotongan dan memaksimalkan bentuk asli dari akar2an tersebut menjadi sebuah mahakarya dari binatang, hewan aneh, manusia, ataupun dewa.


Indonesia adalah negeri dengan kreatifitas tinggi, sayang tak banyak anak muda yang menyadari. Sampai mereka harus miris hati dalam mencari sesuap nasi. Padahal ‘lubangnya’ ada di sebelah sisi, hanya cukup menggeser visi. Mari cintai Indonesia.

Sabtu, 27 Juni 2015

Tari Barong dan Kris

2 tahun tak bersua dengan orang tua kami masing2, kami mengatur pertemuan yang dimulai di Bali supaya punya waktu lebih banyak untuk bersama, karena masing2 kami hanya akan menghabiskan waktu 1 minggu di kota masing2 dari 3 minggu liburan. Sayang papa saya ga mau ikut. Entah apa alasan utamanya tapi saya lebih memilih fokus sama yang ada di depan mata saya saja.

Kami mengawali perjalanan di Bali dengan mengunjung sebuah pusat tarian dan kesenian Bali yang cukup terkenal. Tempatnya sendiri memang yang paling sering dikunjungi dikarenakan posisi tempatnya yang pertama di sepanjang jalan ini yang membuka tempat kesenian yang sama. Beralamatkan di jalan Waribang, Kesiman, sepanjang jalan ini ramai sekali orang2 lokal Bali membuka sebuah area kesenian tarian tradisional, jadi kalo pas bubaran acara, bisa macet.  Nama tempatnya adalah CV Catur Eka Budhi yang menampilkan tarian Barong dan Kris, begitu temanya.

Kalo dari penampakannya kira2 80% penonton adalah manusia dari luar Indonesia. Ini tidak termasuk wajah2 oriental yang bermata sipit, karena saya ga tau mereka orang Indo atau bukan. Bisa saja mereka dari Jepang, seperti kebanyakan yang sering saya temui dan dari penuturan sang sopir, pak Gusti, bahwa banyak sekali orang Jepang yang datang ke Bali hanya untuk belajar nari. Ketertarikan mereka akan kesenian Bali sangat besar. Karenanya orang Bali selain jago bahasa Inggris, biasanya mereka juga fasih berbahasa Jepang. Terutama mereka2 yang bekerja di bidang kesenian tarian ini.

Dari kursi penonton jika kita melihat ke arah pojok kiri, akan terlihat 1 grup pemain musik dari kulintang, gendang, dan gong. Alat musik tradisional yang sudah barang tentu generasi kita 95% tidak tertarik untuk menyentuhnya apalagi mempelajarinya. Kebanggaan akan kekayaan negeri ini memang sangat kurang dan tidak dipungkiri mereka lebih memilih memahirkan diri bermain gitar listrik, drum, keyboard, atau bergabung dengan grup vokal dalam menyanyikan lagu2 klasik (bukan tradisional).

Barong ini termasuk dalam tarian Reog. Ada banyak macam tarian Reog di Indonesia selain Barong antara lain, Reog Ponorogo yang berasal dari Jawa Timur dan Reog Sunda yang menjadi tarian tradisional Jawa Barat.

Singkat cerita kurang lebih tarian Barong dan Kris bercerita seperti berikut ini:

Tarian pun dimulai dengan munculnya seekor barong, yang merupakan seekor singa yang mewakili kebaikan. Tak lama muncul kera yang merupakan sahabat barong. Mereka pun bermain bersama di hutan yang lebat. Lalu muncul 3 orang pembuat tuak dimana salah satu anak dari 3 orang tersebut mati dimakan barong. Perkelahian pun tak terelakkan antara 3 pembuat tuak, barong dan kera. Hidung salah satu pembuat tuak putus digigit kera.

2 penari muncul yang merupakan pengikut Ragna yang merupakan lambang kejahatan, digambarkan sedang mencari pengikut Dewi Kunti untuk menagih hutangnya yang akan memberikan anaknya Sadewa sebagai kurban. Pengikut Dewi Kunti dimasuki roh jahat oleh pengikut Ragna sehingga menyebabkan mereka menyerang Dewi Kunti bersama2.

Dewi Kunti yang tak sampai hati menyerahkan Sadewa sebagai kurban dimasuki roh jahat oleh Setan sehingga menjadi jahat dan rela menyerahkan anaknya. Sadewa yang terikat diletakkan dan ditinggalkan di muka istana Ragna. Dewa Siwa yang melihat itu memberikan keabadian hidup kepada Sadewa sebelum Ragna mendapatkan Sadewa di muka istananya.

Ketika Ragna mencoba mengoyak2 tubuh Sadewa untuk dimakan, tak terjadi apa2 pada Sadewa hingga Ragna kelelahan dan menyerah lalu berbalik memohon keselamatan. Ragna pun diampuni

Kalika (pengikut Ragna) juga memohon pengampunan namun Sadewa tak berkenan mengampuninya. Kalika menjadi marah dan berubah wujud menjadi babi hutan untuk menghadapi Sadewa namun dapat dikalahkan Sadewa. Kalika seketika berubah wujud lagi menjadi burung tetapi tetap dikalahkan oleh Sadewa. Dan akhirnya Kalika berubah menjadi Ragna dan Sadewa yang kemampuannya masih dibawah Ragna tak mampu mengalahkannya.  Akhirnya Sadewa berubah wujud menjadi Barong dan pertarungan mereka abadi hingga sekarang. Kebaikan dan kejahatan masih terus berlawanan hingga kini.

Jujur saja saya baru pertama kali liat tarian ini, saya terkesima. Saya suka sekali kesenian ini. Gimana dengan yang lainnya? Ternyata hanya adik saya yang sama tertariknya dengan saya. Mama saya ga punya sense of art di bidang musik dan tarian, rasa seni mama saya hanya di bidang pakaian secara dia tukang jahit. Itupun ga berkembang seiring perkembangan jaman, jadi cenderung old fashion. Sementara dari keluarga Kristina tak ada satupun yang tertari. Jadi dari 7 anggota rombongan kami hanya 2 orang yang menikmati tarian ini.


Sekedar info, tiket masuk untuk menonton tarian ini sebesar Rp100.000 per orang. Anda akan mendapatkan selembar kertas yang merupakan skenario dari tarian2 yang akan ditampilkan dari awal hingga akhir.

Kamis, 25 Juni 2015

Aku Cinta Indonesia

Awalnya saya memandang sebelah mata. Awalnya saya pikir mereka bodoh. Awalnya saya kira mereka tak mau membuka wawasan terhadap tempat wisata lainnya. Yup ini persepsi saya tentang orang2 Ausi yang menganggap Bali is the most beautiful place. Karena menurut saya masih banyak tempat2 di Indonesia yang lebih bagus ketibang Bali seperti misalnya Bonaken, Tanah Toraja, Raja Ampat, Lombok, Karimun Jawa, Borobudur, dll. Sekarang saya mengerti kenapa orang2 banyak yang berbondong-bondong berpelesir ke Bali dan hanya taunya Bali dan tidak tau menau tentang tempat2 yang saya sebutkan barusan.

Pertama, manusianya berbeda.
Saya mengetik artikel ini saat sedang di Yogya yang katanya penuh dengan keramah-tamahan. Tapi sayang Yogya yang dulu sangat berbeda dengan Yogya yang sekarang. Bali yang baru saja saya tau beberapa hari lalu jauh lebih ramah ketimbang Yogya. Mau dibandingkan dengan Jakarta. Huek, jauh ke awang2 lah. Kalo di Bali saya senyum sama orang2 lokalnya, pasti dibalas senyum. Kalo di Tangerang, udah pasti ceritanya beda. Saya pasti langsung disamperin terus dipalak, dompet dikuras. Kalo beruntung pulang masih bernyawa.

Kedua, rasa memiliki
Kata “rasa memiliki” terucap dari adik saya sebagai jawaban ketika saya melontarkan pertanyaan mengapa banyak orang mau ke Bali? Menurut saya pun begitu, saya melihat banyak orang2 Bali yang mau mengembangkan diri dengan mempelajari tarian dan budaya Bali. Selain dikarenakan hal ini bisa mendatangkan uang, kalo tidak ada kecintaan saya rasa tak akan mereka mau mempertahankannya. Bagaimana bisa cinta kalo lihat aja belom pernah? Contoh, kalo anda orang Jakarta, berapa kali sebulan anda bisa lihat tari Jaipong? Belom tentu bisa sekali, betul ga? Itu baru dari 1 tarian. Tapi kalo mau liat budaya2 asing, beuh gampang banget. Tinggal ngesot ke Mall yang membanjiri Jakarta dan menyusul Yogyakarta.

Ketiga, banyaknya tempat wisata indah
Dikarenakan banyaknya wisatawan yang berkunjung, otomatis tempat2 yang tadinya terbengkalai malah jadi terawat dan mendatangkan devisa. Jadi di Bali ga melulu soal budaya Bali. Ada banyak tempat yang bisa merefreskan suasana hati terutama buat orang bule yang hobi berselancar. Pantai Bali menjadi wahana yang diidolakan bagi mereka. Buat orang Indo ya paling2 Cuma main air dan menikmati matahari terbit/terbenam saja. Lalu ada juga pulau penyu yang membudi-dayakan penyu, dan menyelam menikmati batu karang.

Kesemuanya ini berawal dari manusianya. Jika mau bekerja sama membangun negeri yang kaya pastilah penggiat negeri tersebut akan kecipratan kaya pula. Ga bisa satu orang, dua orang, tapi harus beramai2 mengelolah negerinya. Okelah, kita ga usah ngomongin negeri, tapi coba kota masing2. Ada banyak aspek yang bisa mendatangkan uang jika kita mencintai yang kita miliki.

Kalo kata orang bijak bilang, “Janganlah mencari apa yang tidak kita miliki dari orang lain, melainkan syukuri apa yang kita miliki, niscaya kita akan merasa amat kaya.” Kalo tetangga pake Iphone ter-update, ga usah iri kalo ga mampu. Pastikan dulu istri dan anak cukup makan dan bisa sekolah. Atau kalo belom punya anak/istri, uangnya mending dikumpulin buat investasi. Saya lupa, motivator atau pebisnis jepang ya, ada yang pernah bilang, kalo mau beli barang2 konsumtif pastikan uangnya berasal dari pendapatan investasi dan kebutuhan pokok sudah terpenuhi semua.

Terus kalo liat temen hidupnya maju pesat sekali, pelajari yang baik2 darinya, rendahkan hati untuk belajar. Perlu diingat dukun ga akan bisa bikin kamu kaya. Yang ada kamu yang bikin si dukun kaya. Saya sih percayanya paham “Luck is coming to hardworking person”


Kalo menitik balik ke permasalahan budaya, saya yang berasal dari Tangerang sampe sekarang ga tau apa budaya yang dimiliki Tangerang. Sedih dan miris rasanya, saya ga pernah liat tarian tangerang, denger aja belom pernah. Apalagi kesenian atau alat musik tradisional tangerang. Mungkin saya yang bodoh ga ingat waktu diajar di sekolah. Atau bisa jadi memang SDM nya tidak ada yang tertarik memelihara budaya tersebut. Padahal hal tersebutlah yang bisa mendatangkan devisa dan membuat penduduknya kaya.