About Me:

Saya adalah seorang manusia gila yang terlalu banyak uneg-uneg & obsesi yang belom tercapai. Sebagian orang menilai saya adalah orang yang sedang mencari jati diri. Pernyataan tersebut hampir betul dikarenakan sedikitnya waktu bagi saya untuk menemukan apa yang saya benar2 inginkan dalam hidup ini. Tak ada ruang untuk berekspresi, berkreasi, dan menjadi gila di dunia yang naif ini. Alhasil, terciptalah saya sebagai pribadi yang terkesan eksplosif, dableg & sering keluar dari jalur. Kebahagiaan & kesenangan yang saya rasakan pun terkadang tidak pernah bisa dibagikan dengan orang lain, padahal Chistopher McCandless berpesan di akhir hayatnya: "Happiness only real when it shared". Untuk itulah blog ini tercipta, ga masalah orang2 yang baca mo menanggipnya atau tidak, ga masalah jika para pembacanya menjadi antipati atau termotivasi karena topiknya, yang penting saya sudah berbagi supaya ada sedikit cahaya kebahagiaan dalam hidup saya ini.

Jumat, 03 Juli 2015

Dagangan Bapak Saya

Perjalanan kali ini menceritakan saya yang sudah sampai di tangerang. Cerita tentang Bali nya akan saya lanjutkan lagi di postingan berikutnya. Sampai di rumah sekitar jam 2 siang, saya sempat dihadang oleh tetangga yang lagi ngerumpi duduk2 di luar rumah, suatu kebiasaan yang sudah dari dulu dilakukan di lingkungan rumah. Mereka antusias menanyakan apa kabar saya di Ausi dan berapa lama liburan di Indo. Yang lainnya ada yang bercerita pengalaman dirinya di Amerika dan sempat beberapa waktu tinggal di Sidney.

Karena sudah hampir sore juga, tak banyak yang bisa kami lakukan. Akhirnya saya dan adik menghabiskan hari itu dengan ngabuburit bersama peserta2 lainnya di jalanan. Lebih tepatnya di area jajanan pasar yang pastinya padat luar biasa.

Karena papa saya punya dagangan juga di area ini, atau bahasa lainnya papa saya juga jualan pake gerobak di area ini, jadi kami punya tempet nongkrong yang nyaman banget di tengah kepadatan penduduk Taman Cibodas (nama perumahan nya) mencari sesuatu untuk buka puasa mereka sambil ngabuburit.

Ditemani adik laki2 saya, kami saling bercerita tentang apa saja yang terjadi selama 2 tahun belakangan ini. Dia yang sudah menetap di Pontianak pun menceritakan tentang dagangan papa kami yang akan laris manis lagi kalo dibuat lebih legit dengan menambahkan mentega lebih banyak. Papa kami jualan Martabak Mikro, begitu Dia menamai jajanan nya yang seharga rakyat menengah kebawah, yakni Rp 3.000 karena memang ukurannya bisa seperempat lebih kecil ketimbang martabak ukuran normal. Namun soal kualitas produk, ga kalah sama martabak ukuran besar yang biasa abang2 jual dengan slogan "Martabak Bangka".

Sambil menikmati 'keributan' suasana nongkrong kami, saya pun mencicipi martabak mikro ini. Memang betul rasa dari adonan martabaknya sekelas dengan martabak yang ukuran besar. Namun sayang isinya terasa kurang buat saya. Misalnya yang rasa coklat keju, rasa kejunya amat tipis dan kurang. Apalagi rasa coklatnya, aduh gmn ya. Menurut saya sih ga kaya rasa coklat. Setelah saya cek memang mereknya ga jelas, B9. Belom pernah denger saya merek coklat tabur seperti itu. Yang saya tau biasanya merek Ceres.

Ada rasa lain yang tidak pernah ada didalam sejarah per-martabak-an di Indonesia, yakni rasa Blueberry. Setelah saya cicipi, selai Blueberry nya memang enak namun sayang, terlalu tipis. 

Rasa lainnya lagi adalah rasa kacang. Nah rasa inilah yang paling laris manis di dagangan papa saya. Saya belum sempat mencoba rasa ini dikarenakan gigi saya bolong dan belum sempat ditambal. Ga mau nuansa ngabuburit ini terganggu dengan ganjalan gacang di gigi, jadi saya urungkan niat mencicipi yang kacang.

Sebagai anak si penjual otomatis tanpa disuruh apalagi diminta saya langsung mengkritik Martabak Mikro ini terutama dari segi isinya yang kurang berkualitas. Papa saya sudah punya jawabannya atas kritik yang saya sampaikan. Artinya memang dia menyadari isinya kurang berkualitas. Jawabannya cukup masuk akal, karena fokus pangsa pasarnya adalah menegah ke bawah. Kalo isinya dibikin berkualitas, dia harus naikin harganya jadi Rp5.000 per buah. Jual di harga 3 ribu aja kadang kagak habis, kalo jual 5 ribu, siap2 aja bangkrut karena ga ada yang beli.

Memang bener aja. Dengan harga 3 ribu pun masih ada yang nawar lho minta harganya diturunin. Atau mereka bernegosiasi dengan membeli 2 jadi 5 ribu. Maklumlah namanya juga pembeli, hak mereka untuk menawar. Cuma kadang lucu ada yang tetep ngotot walau ga dikasi. Tetep nawar sampe dikasi.

Saya dan adik yang cuma duduk sambil menyimak papa kami berjualan dan menanggapi setiap pembeli bisa merasakan kehangatan suasana ini. Nuansanya unik dan menarik bagi saya. Saya pun melihat papa kami lebih hidup, lebih antusias, dan lebih happy. Beberapa orang memang seperti papa saya. Kalo ketemu dan ngobrol sama orang banyak lebih seneng ketimbang duduk santai di rumah. Padahal untuk bisa berjualan dia harus mendorong gerobaknya dulu ke area ramai. Sekalian olahraga katanya santai dan senang karena badannya lebih kurus ketimbang beberapa tahun yang lalu.