About Me:

Saya adalah seorang manusia gila yang terlalu banyak uneg-uneg & obsesi yang belom tercapai. Sebagian orang menilai saya adalah orang yang sedang mencari jati diri. Pernyataan tersebut hampir betul dikarenakan sedikitnya waktu bagi saya untuk menemukan apa yang saya benar2 inginkan dalam hidup ini. Tak ada ruang untuk berekspresi, berkreasi, dan menjadi gila di dunia yang naif ini. Alhasil, terciptalah saya sebagai pribadi yang terkesan eksplosif, dableg & sering keluar dari jalur. Kebahagiaan & kesenangan yang saya rasakan pun terkadang tidak pernah bisa dibagikan dengan orang lain, padahal Chistopher McCandless berpesan di akhir hayatnya: "Happiness only real when it shared". Untuk itulah blog ini tercipta, ga masalah orang2 yang baca mo menanggipnya atau tidak, ga masalah jika para pembacanya menjadi antipati atau termotivasi karena topiknya, yang penting saya sudah berbagi supaya ada sedikit cahaya kebahagiaan dalam hidup saya ini.

Minggu, 28 September 2014

Pesan Dari Pengunjung

Saya mempunya impian suatu saat nanti ketika anak2 saya sudah mulai beranjak besar saya menginginkan suasana keluarga di rumah seperti keluarga dalam serial drama komedi Korea Unstoppable High Kick dimana teman2 sekolah anak2 selalu saja ada yang datang ke rumah untuk main ataupun nginep. Atau tetangga yang nebeng nginep karena suatu atau lain hal, temen/sodara/keluarga yang datang berkunjung beberapa hari. Intinya, rumahnya selalu rame diisi oleh orang2 non keluarga inti dan sangkin seringnya mereka nginep di rumah kadang mereka terasa seperti keluarga juga. Biar dimarah2in tetep aja nagih untuk ketemu dan bercengkerama lagi.

Sejak Eog lahir terhitung ada beberapa kali orang nginep di rumah kami. Yang pertama Dewi, temen kuliah kami dulu yang ikut WHV (work and holiday visa). Dewi ini tipe orang yang ga bisa menyendiri dan lebih nyaman dengan orang yang udah dikenal ketimbang tinggal bareng orang asing. Selama tinggal bareng Dewi saya cukup dibikin kesel karena ketidak-pekaannya terhadap situasi misalnya kebersihan. Dewi ini tipe plegmatis, cuek dan kurang peka. Namun dari kekurangannya itu, manusia satu ini selalu beruntung. Salah satunya adalah perihal mencari kerja, cuma butuh 3 hari nganggur waktu nyari kerja di Melbourne. Ga usah jauh2, dia bisa dapet WHV aja udah keberuntungan menurut saya, melihat orangnya yang lamban dan kemayu, ditambah aksen jawanya yang medok dan kental, Wah hampir ga percaya deh kalo score IELTS orang ini dapet 4.5. Mepet sih tapi lulus. Mungkin dikarenakan kecuekannya terhadap masalah dan dirinya hanya fokus pada apa yang dia ingin capai, jadinya Dewi ini selalu terlihat beruntung. Rata2 orang selalu fokus pada masalah yang sedang dihadapi, tapi ada di luar sana orang2 seperti Dewi ini yang justru mengacuhkan masalah dan lebih menaruh pertahiannya pada rencana2 masa depannya. 

Lalu yang kedua adalah Reza dan Meili, orangtua babtis Eog. Menjelang Work and Holiday Visa mereka yang kadaluarsa dalam kurun waktu 1 minggu, mereka memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan sewa kamar dengan indung semang mereka dan memilih tinggal bareng kami. Selain menghemat uang sewa, kami jadi punya waktu lebih banyak berinteraksi menjelang perpisahan. Di usia mereka yang relatif masih muda, saya cukup kaget dengan pola pikir mereka yang tidak seperti kaula muda Indonesia pada umumnya. Kebetulan mereka Katolik juga seperti kami dan banyak sekali ungkapan2 kekesalan mereka akan sikap orang2 Katolik yang cenderung jadi batu sandungan bukan batu loncatan.

Kira2 6 bulan kemudian sekitar bulan Agustus, Andi adik Kristina datang dengan WHV juga. Dia tinggal bareng kami selama 1 tahun penuh. Andi cukup mengirit dengan tinggal bareng kami. Hanya perlu membayar $50 sebulan untuk bantu uang listrik dan setiap hari dia selalu bawa makanan dari restoran tempat dia bekerja, kadang bawa 2-3 pak makanan setiap harinya. Jadi bisa menghemat uang makan kami sekeluarga juga.

3 bulan menjelang WHV Andi kadaluarsa kami kedatangan Handi dan Tres, beserta 2 anak mereka Clares (5) dan Felicia yang 1 bulan lebih muda dari Eog. Mereka datang dengan visa pelajar dengan perencanaan Tres yang kuliah Master Accounting setelah lulus hendak mengajukan Permanent Resident seperti kami. Dikarenakan masih buta tentang Melbourne ditambah sulitnya mencari tempat tinggal jadi mereka tinggal bareng kami selama 2 minggu penuh sambil mengajukan permohonan sewa rumah. 

Perlu diketahui bahwa mencari kontrakan rumah di Melbourne ga semudah mencari kos. Mahalnya harga rumah membuat keluarga2 kecil baru menikah atau baru punya anak kesulitan menumpulkan uang DP sebesar 10% dari harga rumah yang diwajibkan pemerintah. Alhasil mereka memulainya dengan ngontrak. 

Handi sekeluarga tidur di kamar Maminya Kristina yang ketika itu kebetulan sedang pulang ke Indo karena visa nya sudah habis. dan akan kembali lagi 2 minggu mendatang untuk bantu kami ngurusin Eog waktu kami kerja. Dalam kurun waktu 2 minggu itu Handi dipaksa kejar tayang, bergadang sampai larut cari kontrakan di website2 dan siangnya inspeksi rumah yang dia ajukan melalui website dan mereka berhasil mendapatkan kontrakan di hari terakhir mereka.

Selama 2 minggu itu Eog sering bercengkerama dengan Clares dan Felicia. Eog keliatan seneng banget walaupun sering dijailin dan dikerjain sama Clares. Saya pun ikut senang karena Eog ga kesepian dan bisa mensharingkan suasana Melbourne ke Handi dan Tres.

Kira2 2 minggu selepas kepindahan Handi sekeluarga, datanglah satu orang lagi yang menginap di tempat kami. Makhluk petualang satu ini adalah Ria, temen masa sekolah sekaligus nulis blog Kristina. Kehadiran Ria amat sangat dinanti oleh Kristina. Saya bisa merasakan keantusiasan dia menyambut hari2 kedatangan Ria. Saya kurang tau keantusiasan Ria namun saya cukup shock ketika menjemput cewek satu ini dari bandara. Barang bawaannya hanya 1 tas ransel kecil ukuran anak SD dengan tingkat kepadatan di atas rata2 alias bentuknya tak seringan beratnya. Semua keperluannya ada di situ selama pertualangan dia 3 minggu di Ausi. Antik, nyentrik, dan belum pernah saya temui traveler yang bawa tas sekecil itu untuk 3 minggu. Bahkan saya saja paling2 1 tas ransel (ukuran orang dewasa) penuh. 

Berhubung Ria ini temen deketnya Kristina jadi saya coba2 sedikit pede menganggap saya juga deket sama dia, bertanya dan sharing tentang filosofi hidup dia. Saya tertarik dan ingin tau bagaimana dia menyelesaikan setiap perkara di tempat kerja, lingkungan masyarakat/keluarga. Latar belakang keluarga pun sedikit mirip dan ada banyak hal yang bisa saya petik. 

Intinya dari perbincangan dengan Ria saya menyimpulkan bahwa untuk bisa bertahan hidup di Indo dengan suasana hati yang damai dan penuh sukacita kita harus bisa cuek. Cuek supaya kita bisa jadi diri kita sendiri. Cuek terhadap komentar2 tak sedap yang sering dilontarkan orang2 Indo kebanyakan misalnya: 
"Ih, gemukan ya?" (McD kebanyakan sih)
"Kok iteman sekarang?" (Mirip bayangannya)
"Kapan kawin?" (Kucing tetangga aja udah 3x)
"Masih jomblo?" (Kiwil aja istrinya 2)

Atau baru2 ini Kristina br cerita ada temennya yang abis lahiran anak kedua terus ikut acara keluarga. Di situ dia ampir mau nangis dengerin komentar sodara2nya tentang badannya yang besar. 
"Si Itu aja yang anaknya 3, badannya masih langsing. Kamu kok gemuk banget?"
"Anaknya langsing, cakep. Mamanya kok gemuk dan jelek sih?"

Kita harus belajar cuek. Cuek bukan berarti kita brutal dan menjadi nyuekin orang2. Tapi cuek maksudnya cuek terhadap komentar2 tak sedap itu. Ria sempet bilang untuk menjadi cuek itu ga gampang, butuh pengorbanan perasaan dan latihan terus menerus. Mari kita belajar dari Michael Jordan, Tiger Wood, David Beckham, Mohammad Ali dan atlit2 lainnya yang menjadi tenar bukan karena talenta melainkan dengan melatih diri dengan ekstra keras untuk menjadi manusia yang berkualitas.

Sebagai penutup, saya mau menceritakan sedikit tentang perjuangan seorang atlit sepakbola. Di halaman Facebook, saya join Fan Page video clip sepak bola. Ketika itu 6 Agustus tepat hari ulang tahun Robin Van Persie, pemain dari Manchester United, Inggris. Clip berdurasi 1:50 itu menceritakan apa impian Van Persie remaja yang ketika itu sudah aktif di club junior Belanda, Feynoord. Dia hanya pemain cadangan yang kurang diperhitungkan tapi dia mempunyai impian besar yaitu bisa menjadi Penyerang utama dan bermain untuk klub besar seperti Arsenal atau Barcelona. Seperti ngayal dan muluk. Namun sekarang tak ada para penggila bola yang tak kenal namanya. Impiannya tersebut sudah tercapai hanya saja butuh perjuangan ekstra keras dan itu tidak mudah. Dia harus memiliki tendangan yang sempurna sehingga setiap tendangan menghasilkan gol. Sehingga ketika pelatihnya memainkan dia, dia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia melatih dirinya menendang 20-30 bola sebelum dan sesudah latihan setiap harinya. Artinya dia berlatih lebih awal dan lebih lama ketimbang pemain lainnya.

http://www.youtube.com/watch?v=mfkqByBnmn8

Ingat: 1% Bakat, 99% kerja keras. Anda bisa menjadi apa yang anda inginkan.

Minggu, 07 September 2014

Dumpling Plus

Ada tempet makan enak yang baru aja kami coba. Namanya Dumpling Plus yang berlokasi di dalam Mall High Point, Melbourne. Dari namanya aja sudah bisa dikira2 ini resto jualan apa, ya kan? Aneka dumpling dengan isi yang beragam mulai dari satu macam daging seperti ayam, babi, udang, campuran, hingga sayuran.

Selain jualan dumpling restoran ini juga jualan seperti risoles, pastel, kue bola dengan lapisan wijen di luarnya. Kurang lebih apa yang dijual di sini, ada juga yang jual di Indo hanya saja cita rasanya berbeda. Karena lidah saya lidah Indo otomatis hanya masakan  Indo yang paling memenuhi kepuasan lidah saya.

Dengan harga $5 dapat 4 buah, semua menu di sini adalah buatan sendiri. Kita bisa melihat secara langsung dari luar kaca bagaimana mereka membuatnya. Kebersihan sudah pasti menjadi prioritas dan tujuan utama dari sistem tampilan kaca ini.

Kalau mau makan di tempat ini usahakan datang sebelum jam 11am karena setelah jam itu dijamin anda akan mengantri panjang dan harus dibawa pulang karena tak ada lagi meja yang tersedia.