Perjalanan
selanjutnya setelah selesai dan puas dengan hiburan tarian Barong dan Kris,
kami berlanjut ke sebuah tempat kerajinan perak bernama ANOM di daerah Gianyar.
Saya sempat menyakan ke pak Gusti sang sopir, kenapa memilih toko ini ketimbang
toko lain. Jawabannya adalah toko ini bisa kasi diskon sampai dengan 40% untuk
orang Indo tapi hanya maksimal 20% untuk orang asing. Karena setiap sopir yang
bawa orang asing, sopirnya dapet jatah untuk setiap penjualan perak yang
terjadi. Jadi pihak toko harus membagi keuntungannya dengan sopir. Saya
sekalian promosiin ANOM ini buat yang tertarik beli perak Bali. Saya ga dapet
cipratan apa2 lho dari pihak toko. Sungguh... Hanya sekedar menginfokan buat
teman2 yang mau ke Bali dan tertarik dengan kerajinan perak mungkin sebaiknya
beli di sini. Kalo ada yang tau lebih baik, bisa di share di kolom komentar,
supaya para pembaca lainnya bisa lebih tau.
Ada perbedaan harga antara orang
lokal dengan orang asing. Bukan hanya dari segi harga barang dagangan saja
melainkan harga tiket masuk tempat wisata pun ada perbedaan yang signifikan.
Terlebih dari itu cobalah berpikir 2x sebelum membeli barang dagangan merek
asing, mari cintai produk kita sendiri. Mari cintai Indonesia
Setelah
puas liat2 kerajinan perak dari cincin, anting2, sampe hiasan pajangan di rumah
seperti kereta kencana, sumpit, patung2, dll kami meluncur ke daerah Kintamani
untuk mencari makan siang. Dalam perjalanan cukup menggugah hati dikarenakan
banyak sekali sawah2 bertingkat yang dulu sering saya lihat di buku pelajaran
PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa). Aneh ya pemandangan sawah kok
adanya di buku sejarah. Mungkin karena pada jaman perjuangan suasananya masih
asri dan asli, sawah2 yang bertingkat menghampar luas. Aduh, Indonesia tak
mungkin lagi bisa seperti itu. Saya yakin Bali pun akan menyusul karena menurut
penuturan pak Gusti, banyak orang2 asing yang menyewa tanah sawah sepanjang
jalan yang kami lewati tersebut. Rata2 mereka adalah orang Amerika. Dikarenakan
mereka orang asing, mereka ga diperbolehkan untuk mempunyai properti di
Indonesia, jadi hanya bisa menyewa.
Orang2
asing ini cukup berani mengambil resiko. Hanya dengan menyewa tanah/sawah dari
orang lokal, mereka membangun rumah yang berisi 4-5 kamar tidur. Setelah
rumahnya jadi mereka sewakan bangunan tersebut ke pengunjung yang sebagian
besar adalah orang asing juga. Lalu orang lokalnya dapat apa? Dapet sebesar
uang sewa tanah yang tak seberapa karena di situ masih desa. Lalu orang bule
nya dapet duit berapa? Dapetnya bisa 4-5x lipat dalam sebulan karena vila atau
rumah sewaan yang disewakan menawarkan pemandangan desa yang asri dan sawah
berterasering.
Walau
judulnya pariwisata adalah sarana pendapatan devisa daerah, ternyata ga
100% semua aspek masuk ke kantong
penduduk lokal. Orang asing pun yang telah tinggal lama di Indonesia mampu
membaca situasi hukum yang kurang kuat sehingga mereka berani mengambil resiko
untuk mendapatkan sedikit “cipratan” dari keindahan negeri ini. Memang
persentasenya masih kecil, namun jika dibiarkan akan semakin banyak orang2
asing yang ikut2an dan mungkin akan mencaplok bidang lain.
Indonesia masih tereksploitasi
oleh negara asing. Kalo Papua dieksploitasi emas dan uraniumnya di Bali bidang
pariwisatanya. Karena memang hanya bidang pariwisatalah sumber devisa bagi
Bali.Mari cintai Indonesia.
Kalo
saya pulang ke Tangerang, yang akan saya temui di jalanan sebagai hewan liar
adalah kucing. Dimana2 kucing, dari sudut kota sampai pelosok kampung
tangerang. Lain lagi kalo di Ausi, dimana2 burung Camar dan Gagak. Camar untuk
hewan liat sekitar pantai sementara Gagak hewan liat yang jauh dari pantai. Tapi
berbeda di Bali ini, hewan liarnya adalah anjing, tepatnya jenis Kintamani yang
merupakan anjing pegunungan sekaligus pekerja yang bisa diandalkan untuk
menjaga rumah.
Anjing
Kintamani menurut saya badannya mirip dengan anjing kampung, tapi kepala dan
telinganya mirip anjing Hachiko. Duh jenis apa ya anjing Hachiko ini? Saya Cuma
tau nama anjingnya Hachiko karena cerita tentang kesetiaannya udah mendunia.
Sampai dibuat versi Holiwoodnya yang dimainkan Richard Gere. Denger2 sih anjing
Kintamani ini sejak 1994 sudah disahkan menjadi anjing khas Bali dan sudah
mendapatkan pengakuan dunia. Tapi perihal kebenarannya saya kurang tau, mungkin
bisa dicek di internet.
Dimana2 terdapat hewan liar. Beda
tempat beda pula hewan liarnya. Suatu keunikan tersendiri yang patut
dibanggakan oleh kita sebagai anak negeri. Mari cintai Indonesia.
“...Orang
bilang tanah kita tanah surga. Tongkat dan kayu pun jadi tanaman” Ada yang
masih ingat ini kutipan dari mana? Sebelum saya beri tahu jawabannya silahkan
berpikir sejenak untuk mengingat2. Sebuah grup musik yang cukup ternama di
jaman orangtua saya dulu dengan musik2 pop mereka yang membuat hit semua. Koes
Plus dengan lagunya “Bukan lautan hanya kolam susu”. Betul sekali dan saya
setuju dengan syair yang mereka buat. Negeri kita seperti surga apapun bisa
jadi uang, apapun bisa jadi ‘tanaman’.
Di
Bali ada banyak tempat kerajinan yang sangat menggugah hati saya. Dari
kerajinan batu sampai kayu. Salah satunya juga adalah kerajinan perak yang
sudah saya jelaskan di atas. Tapi kali ini saya mau menceritakan kerajinan kayu
yang menurut saya butuh imajinasi yang kuat dalam memanfaatkan sumber alam
seperti akar2 pepohonan dengan meminimalisir pemotongan dan memaksimalkan
bentuk asli dari akar2an tersebut menjadi sebuah mahakarya dari binatang, hewan
aneh, manusia, ataupun dewa.
Indonesia adalah negeri dengan
kreatifitas tinggi, sayang tak banyak anak muda yang menyadari. Sampai mereka
harus miris hati dalam mencari sesuap nasi. Padahal ‘lubangnya’ ada di sebelah
sisi, hanya cukup menggeser visi. Mari cintai Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar