2
tahun tak bersua dengan orang tua kami masing2, kami mengatur pertemuan yang
dimulai di Bali supaya punya waktu lebih banyak untuk bersama, karena masing2
kami hanya akan menghabiskan waktu 1 minggu di kota masing2 dari 3 minggu
liburan. Sayang papa saya ga mau ikut. Entah apa alasan utamanya tapi saya lebih
memilih fokus sama yang ada di depan mata saya saja.
Kami
mengawali perjalanan di Bali dengan mengunjung sebuah pusat tarian dan kesenian
Bali yang cukup terkenal. Tempatnya sendiri memang yang paling sering
dikunjungi dikarenakan posisi tempatnya yang pertama di sepanjang jalan ini
yang membuka tempat kesenian yang sama. Beralamatkan di jalan Waribang,
Kesiman, sepanjang jalan ini ramai sekali orang2 lokal Bali membuka sebuah area
kesenian tarian tradisional, jadi kalo pas bubaran acara, bisa macet. Nama tempatnya adalah CV Catur Eka Budhi yang
menampilkan tarian Barong dan Kris, begitu temanya.
Kalo
dari penampakannya kira2 80% penonton adalah manusia dari luar Indonesia. Ini
tidak termasuk wajah2 oriental yang bermata sipit, karena saya ga tau mereka
orang Indo atau bukan. Bisa saja mereka dari Jepang, seperti kebanyakan yang
sering saya temui dan dari penuturan sang sopir, pak Gusti, bahwa banyak sekali
orang Jepang yang datang ke Bali hanya untuk belajar nari. Ketertarikan mereka
akan kesenian Bali sangat besar. Karenanya orang Bali selain jago bahasa
Inggris, biasanya mereka juga fasih berbahasa Jepang. Terutama mereka2 yang
bekerja di bidang kesenian tarian ini.
Dari
kursi penonton jika kita melihat ke arah pojok kiri, akan terlihat 1 grup
pemain musik dari kulintang, gendang, dan gong. Alat musik tradisional yang
sudah barang tentu generasi kita 95% tidak tertarik untuk menyentuhnya apalagi
mempelajarinya. Kebanggaan akan kekayaan negeri ini memang sangat kurang dan
tidak dipungkiri mereka lebih memilih memahirkan diri bermain gitar listrik,
drum, keyboard, atau bergabung dengan grup vokal dalam menyanyikan lagu2 klasik
(bukan tradisional).
Barong
ini termasuk dalam tarian Reog. Ada banyak macam tarian Reog di Indonesia
selain Barong antara lain, Reog Ponorogo yang berasal dari Jawa Timur dan Reog
Sunda yang menjadi tarian tradisional Jawa Barat.
Singkat
cerita kurang lebih tarian Barong dan Kris bercerita seperti berikut ini:
Tarian
pun dimulai dengan munculnya seekor barong, yang merupakan seekor singa yang
mewakili kebaikan. Tak lama muncul kera yang merupakan sahabat barong. Mereka
pun bermain bersama di hutan yang lebat. Lalu muncul 3 orang pembuat tuak
dimana salah satu anak dari 3 orang tersebut mati dimakan barong. Perkelahian
pun tak terelakkan antara 3 pembuat tuak, barong dan kera. Hidung salah satu
pembuat tuak putus digigit kera.
2
penari muncul yang merupakan pengikut Ragna yang merupakan lambang kejahatan,
digambarkan sedang mencari pengikut Dewi Kunti untuk menagih hutangnya yang akan
memberikan anaknya Sadewa sebagai kurban. Pengikut Dewi Kunti dimasuki roh
jahat oleh pengikut Ragna sehingga menyebabkan mereka menyerang Dewi Kunti
bersama2.
Dewi
Kunti yang tak sampai hati menyerahkan Sadewa sebagai kurban dimasuki roh jahat
oleh Setan sehingga menjadi jahat dan rela menyerahkan anaknya. Sadewa yang
terikat diletakkan dan ditinggalkan di muka istana Ragna. Dewa Siwa yang
melihat itu memberikan keabadian hidup kepada Sadewa sebelum Ragna mendapatkan
Sadewa di muka istananya.
Ketika
Ragna mencoba mengoyak2 tubuh Sadewa untuk dimakan, tak terjadi apa2 pada
Sadewa hingga Ragna kelelahan dan menyerah lalu berbalik memohon keselamatan.
Ragna pun diampuni
Kalika
(pengikut Ragna) juga memohon pengampunan namun Sadewa tak berkenan
mengampuninya. Kalika menjadi marah dan berubah wujud menjadi babi hutan untuk
menghadapi Sadewa namun dapat dikalahkan Sadewa. Kalika seketika berubah wujud
lagi menjadi burung tetapi tetap dikalahkan oleh Sadewa. Dan akhirnya Kalika
berubah menjadi Ragna dan Sadewa yang kemampuannya masih dibawah Ragna tak
mampu mengalahkannya. Akhirnya Sadewa
berubah wujud menjadi Barong dan pertarungan mereka abadi hingga sekarang.
Kebaikan dan kejahatan masih terus berlawanan hingga kini.
Jujur
saja saya baru pertama kali liat tarian ini, saya terkesima. Saya suka sekali
kesenian ini. Gimana dengan yang lainnya? Ternyata hanya adik saya yang sama
tertariknya dengan saya. Mama saya ga punya sense
of art di bidang musik dan tarian, rasa seni mama saya hanya di bidang
pakaian secara dia tukang jahit. Itupun ga berkembang seiring perkembangan
jaman, jadi cenderung old fashion. Sementara
dari keluarga Kristina tak ada satupun yang tertari. Jadi dari 7 anggota
rombongan kami hanya 2 orang yang menikmati tarian ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar