Bener-bener ga nyangka nih, mendadak perasaan bisa berubah dalam sekejap terhadap orang yang selama ini saya benci karena mulutnya yang pedes banget dan sering nyakitin hati. Sekarang malah saya jadi kasian sama dia karena suaminya memperlakukan dia kaya gitu. Tapi kalo diinget-inget lagi perlakuan dia ke saya tetep aja rasa sakit hati itu sepertinya masih bisa muncul lagi tapi kalo logika yang saya mainkan di sini semua perlakuan dia terhadap saya dikarenakan kepahitan yang dia alami akibat diperlakukan jahat oleh suaminya.
Jadi ceritanya kekesalan saya suatu hari sudah memuncak dan menurut saran dari kebanyakan temen adalah lebih baik menghindar dan kalo bisa jangan berhubungan lagi supaya rasa sakit hati itu ga muncul-muncul lagi. Kalopun suatu hari nanti kontak lagi toh kecil kemungkinan sakit hatinya karena intensitas pertemuan yang kecil. Dan tiap kali ketemu atau ngobrol ya hal-hal baik aja dan pembicaraan pun enak2 aja. Tanpa saya sadari sepertinya orang yang saya sebel ini malah jadi baik dan terbukalah mata saya kalo ternyata dia begitu karena diperlakukan yang sama oleh pasangannya.
Pelajaran yang saya ambil adalah kalo ada orang yang saya benci, sebaiknya justru malah saya harus bersikap baik padanya. Alasannya: ada 2, yang pertama karena pasti ada sebabnya kenapa dia begitu ngeselin sikapnya sehingga saya justru malah harus balik mengasihaninya. Alasan kedua, sejahat-jahatnya orang kalo terus menerus dibaikin lama2 akan melunak juga.
Mengenai hal ini saya jadi inget 2 cerita. Yang pertama kisah tentang tetesan air di dalam gua yang menetes di permukaan batu. Karena konsistensi air yang jelas2 masanya lebih lunak ketimbang batu mampu merubah bentuk batu yang keras. Cerita kedua tentang seorang menantu yang sudah ga tahan lagi dengan perlakuan mertuanya dan dia datang ke shinse untuk minta racun yang paling ampuh untuk membunuh mertuanya tersebut. Sang shinse pun memahami situasinya lalu memberikan sebungkus bubuk. Sang shinse memberi saran untuk menaruh bubuk tersebut ke dalam makanan, sedikit demi sedikit supaya dia tidak dicurigai membunuh. Saran sang shinse masuk akal dan sang menantu pun pulang dengan penuh harap mertuanya akan meninggal.
Kini sang menantu selalu masak makanan yang enak2 untuk sang mertua tanpa wajah yang bersungut-sungut. Dan sudah barang tentu tak lupa ia menabur bubuk pemberian shinse. Tiap kali mertuanya memarahi dia kini dia diam saja tak membalas dan menuruti semua keinginan sang mertua karena menurutnya sebentar lagi saja penyiksaan ini akan berakhir. Sampai suatu ketika sang mertua mulai melunak dan justru malah berbalik arah menjadi begitu menyayangi menantunya. Sekarang justru sang menantu merasa bersalah dan berharap sang mertua masih bisa hidup lebih lama lagi.
Dengan harapan yang sama besarnya seperti waktu pertama kali datang, sang menantu mendatangi sang shinse untu meminta obat penawar racun yang diberikannya dulu. Sang shinse cuma senyum kecil sambil menggelengkan kepalanya dan mengatakan bahwa tidak ada penawar untuk bubuk yang dia berikan waktu itu. Sang menantu pun semakin histeris dan merasa menyesal karena sudah membunuh dan sebentar lagi tidak akan bertemu lagi selamanya dengan orang yang mengasihi dan dikasihinya. Dia sungguh2 menyesal, mengangkat tubuhnya, beranjak pergi dari tempat itu sambilmenitikan air mata.
Tepat di ambang pintu keluar sang shinse berkata: "Tak perlu bersedih, bubuk yang ku berikan padamu waktu itu adalah bubuk ginseng penambah energi. Tidak akan terjadi apa2 dengan mertuamu." Betapa senang dan gembiranya sang menantu mendengar hal itu. Ia pun pulang dengan sukacita dan makin hari makin mencintai mertuanya seperti ibunya sendiri.
Terkadang kita mau mencintai seseorang jika orang tersebut mau mencintai kita terlebih dahulu. Mencintai orang yang tidak sepaham dengan kita apalagi sampai bersikap kasar adalah tugas yang sangat berat. Tapi dalam hidup ini hukum duplikasi terjadi. Apa yang kita lakukan terhadap orang lain dengan cara yang sama pula lah mereka akan memperlakukan kita. Kapan mereka membalas perbuatan baik kita? Jangan diharapkan, karena kalo kita mengharapkan mereka membalas perbuatan baik kita di titik itulah kita sudah ga tulus. Kalo ga tulus yang ada malah sakit hati. Jadi pemahaman yang perlu diketahui adalah berbuat baik adalah mutlak, termasuk ke orang yang jahat sama kita.
Ini menjadi tantangan tersendiri juga buat saya. Sejujurnya saya sendiri belum bisa kaya gitu. Tapi coba bayangkan seandainya semua makhluk di bumi ini punya pemikiran seperti itu, pasti dunia ini penuh kedamaian. Ga ada perang, hasutan, kebencian, apalagi teroris.
Semoga...
NB: Padahal saya nulis ini sambil berusaha mengontol rasa benci saya, tapi terhadap yang hal lain (karena rasa benci yang saya bahas di atas udah ilang). Karena abis nonton link yang di kasi temen. Nanti akan saya ceritakan di artikel berikutnya.
NB: Padahal saya nulis ini sambil berusaha mengontol rasa benci saya, tapi terhadap yang hal lain (karena rasa benci yang saya bahas di atas udah ilang). Karena abis nonton link yang di kasi temen. Nanti akan saya ceritakan di artikel berikutnya.
3 komentar:
saya dulu juga punya temen yg pedes bgt kalo ngomong. istilah lainnya kasar deh. tapi akhirnya saya jadi ngerti kalo sifatnya itu emang gitu. mudah marah. hanya saja ternyata dibalik sikapnya itu, dia orangnya baik, murah hati dan mau menolong orang.
aku setuju dgn karma atau duplikasi, dan didunia ini emang gak ada yg sempurna artinya kebencian itu wajar menurutku selama tidak berwujud dendam :)
semua ada hikmahnya...syukuri dan tak putus asa..
Posting Komentar