About Me:

Saya adalah seorang manusia gila yang terlalu banyak uneg-uneg & obsesi yang belom tercapai. Sebagian orang menilai saya adalah orang yang sedang mencari jati diri. Pernyataan tersebut hampir betul dikarenakan sedikitnya waktu bagi saya untuk menemukan apa yang saya benar2 inginkan dalam hidup ini. Tak ada ruang untuk berekspresi, berkreasi, dan menjadi gila di dunia yang naif ini. Alhasil, terciptalah saya sebagai pribadi yang terkesan eksplosif, dableg & sering keluar dari jalur. Kebahagiaan & kesenangan yang saya rasakan pun terkadang tidak pernah bisa dibagikan dengan orang lain, padahal Chistopher McCandless berpesan di akhir hayatnya: "Happiness only real when it shared". Untuk itulah blog ini tercipta, ga masalah orang2 yang baca mo menanggipnya atau tidak, ga masalah jika para pembacanya menjadi antipati atau termotivasi karena topiknya, yang penting saya sudah berbagi supaya ada sedikit cahaya kebahagiaan dalam hidup saya ini.

Minggu, 01 Januari 2012

Rasa Pahit

Entah kapan bangsa ini bisa berubah. Tahun berganti tahun, waktu terus berlalu. Tapi tanda-tanda perbaikan sama sekali tidak terlihat. Rasa kecewa terus dipupuk oleh pemimpin-pemimpin bangsa ini. Pasti ada suatu hari nanti bangsa ini akan mengalami perpecahan lagi, seperti Timor Leste. Karena hukum tabur-tuai dalam hidup ini terjadi. Bangsa ini akan semakin kecil dan hanya terlihat seperti lepehan air liur di jalan yang besar.

Tahun sudah berganti, sia-sia rasanya kalau menyebutkan harapan-harapan yang diinginkan dari kemajuan bangsa. Seperti membuang energi percuma yang berakhir pada kekecewaan akibat goresan masa lalu yang membuat hati semakin kelu.

Sepertinya memang benar apa yang dikatakan Gus Dus ketika menjabat sebagai presiden bahwa orang-orang yang berdiskusi di dalam gedung DPR/MPR penuh dengan orang-orang yang korupsi, sehingga baik adanya jika lembaga tersebut dibubarkan. Benar juga kata orang-orang tentang pemilu, kita memilih pemimpin bangsa yang terbaik diantara yang terburuk. Kalau sudah menjadi yang paling buruk, kenapa kita harus memilih? Tidakkah lebih baik untuk tidak memilih ketimbang memaksakan diri seolah-olah mengharapkan salah satu dari yang terburuk itu untuk mengatur kita di 5 tahun ke depan? Ibarat membeli jeruk 1 kilo diantara pilihan berton-ton jeruk busuk dan tak berguna lagi. Untuk apa kita memaksa membeli? Kenapa kita tidak mencari toko lain saja yang menjual jeruk lebih baik? Untuk apa kita mempertahankan rasa cinta kita terhadap toko A yang pemiliknya dungu dan tidak pernah mau mendengarkan kritik?

Inilah yang menyebalkannya. Rasa cinta terhadap toko A ini yang menyebabkan kita tetap bertengger di sini dan mau dan rela berkorban demi perbaikan toko A. Rasa cinta ini membuat kita terlihat tolol, tapi rasa cinta ini pula sebenarnya yang membuat kita bisa bersatu. Jika memang pemilik dan karyawan toko memang tidak layak lagi diperhitungkan, kita saja sebagai pelanggan yang lakukan demi rasa cinta kita itu. Demi perbaikan di sana sini, demi kehidupan yang lebih baik. Demi memberikan yang terbaik untuk mereka para pelanggan toko setia lainnya.

Cukup sudah rasanya melihat saudara kita yang tinggal di tanah kaya raya – Irian Barat harus hidup lebih miskin ketimbang yang di pusat sana. Cukupi sudah pengeksploitasian uranium yang dilakukan Freeport dengan judul penggalian emas. Jika memang Malaysia tertarik untuk berperang dengan kita, kenapa tidak diladenin? Dari lagu, tempe, cendol sampai pulau-pulau penuh tambang mau disabotase. Indonesia – negara kaya raya, bukan hanya dari hasil tambangnya saja melainkan pariwisata, seni, budaya, sejarah, dan manusianya yang berbudi luhur, cukup bagi saya untuk membakar semangat dalam hati yang tak tersalurkan untuk mengembalikan keadaan.

Saya yakin Indonesia masih punya banyak putra-putri bangsa yang berkualitas yang mau sampai terengah-engah dan separuh nafas untuk memperjuangkan sesamanya yang bertaburan tidak mampu tidur, makan, dan hidup dengan layak. Karena sepertinya memang lebih baik kita bergerak sendiri daripada mengharapkan mereka yang di atas sana berubah haluan dan menerima kritik/saran kita.

“Ketika seseorang merasa dirinya benar, sudahi berdiskusi dengannya. Diskusi – yang mampu memberikan solusi – akan berubah menjadi debat. Sejak dulu tidak ada yang namanya debat memberikan solusi.”

3 komentar:

Unknown mengatakan...

kalau pahit dikasih gula dong. hehe. tapi begitulah negara ini...mau gak mau ya harus terima deh.

Petter Sandjaya mengatakan...

Hahaha... Bs aja. Tapi memang sepertinya rakyat Indonesia butuh gula untuk memaniskan hidup ini. Banyak dari mereka yang sudah lelah dengan janji2 para politikus...

Unknown mengatakan...

ada award ya. cek di http://gudang-award.blogspot.com/2012/01/award-dari-shine.html