About Me:

Saya adalah seorang manusia gila yang terlalu banyak uneg-uneg & obsesi yang belom tercapai. Sebagian orang menilai saya adalah orang yang sedang mencari jati diri. Pernyataan tersebut hampir betul dikarenakan sedikitnya waktu bagi saya untuk menemukan apa yang saya benar2 inginkan dalam hidup ini. Tak ada ruang untuk berekspresi, berkreasi, dan menjadi gila di dunia yang naif ini. Alhasil, terciptalah saya sebagai pribadi yang terkesan eksplosif, dableg & sering keluar dari jalur. Kebahagiaan & kesenangan yang saya rasakan pun terkadang tidak pernah bisa dibagikan dengan orang lain, padahal Chistopher McCandless berpesan di akhir hayatnya: "Happiness only real when it shared". Untuk itulah blog ini tercipta, ga masalah orang2 yang baca mo menanggipnya atau tidak, ga masalah jika para pembacanya menjadi antipati atau termotivasi karena topiknya, yang penting saya sudah berbagi supaya ada sedikit cahaya kebahagiaan dalam hidup saya ini.

Sabtu, 30 Maret 2013

Pepper Lunch

Cerita makan2 kali ini adalah pas lagi nyobain resto baru. Hmmm, kayanya sih baru. Saya harus meragukannya kalo itu baru, secara saya jarang banget jalan2 ke City. Hanya kalo pas ada momen2 khusus dan pas ada duit aja kami jalan ke City, hunting restoran2 yang belum terjamah oleh lidah.

Letaknya cukup strategis, berada di seberang Gereja Katolik St. Francis dan di sudut jalan antara Elizabeth Street dan Litle Lonsdale Street. Waktu pertama kali ngincer mo makan di sini adalah pas waktu ngelewatin restonya pas pelayannya nganterin menu hotplate yang berasap2 dan terlihat banyak. Penyajiannya mirip sekali dengan menu Korea, Bimbimbab, yang harus segera diaduk sebelum hotplatenya menghangat atau bertambah parah yakni jadi dingin. Kalo udah dingin udah barang tentu menunya kurang sedap lagi untuk dimakan. Mungkin nasinya mengeras atau dagingnya cuma mateng/gosong sebelah sisi aja.

Pas baru masuk pertama kali kita bingung mo makan apa karena menu nya terhitung banyak. Untungnya kasirnya orang Indo jadi ketika kami kebingungan berdiakusi mo makan apa, dia denger kita ngomong Indo. Alhasil dia lah yang jelasin yang enak yang mana (menurut dia lho) jadi bisa langsung duduk dan nunggu makanan nya dianterin.

Saya melihat ada kelemahan di sistem pelayanan nya yakni, kita harus order dulu baru bisa duduk. Buat konsumen seperti kita yang baru pertama kali dateng dan ga tau menu nya, ini cukup menghambat peningkatan omset karena kita masih harus mikir dulu mo makan apa sementara konsumen yang lain udah ngantri di belakang. Tapi di sisi lain makanan nya cepet jadinya. Mungkin karena masih menta/setengah mateng kali ya dan pematangannya dilakukan oleh hotplate nya sehingga dengan cepat bisa disajikan ke konsumen. Space nya pun cukup luas buat mereka yang bawa barang belanjaan atau pram/kereta bayi masih bisa muat tanpa mengganggu konsumen yang lain.

Kalo soal rasa, Kristina bilang masih enak Oriental Spoon yang menyajikan makanan khusus Korea. Buat saya pribadi juga berpendapat sama tapi melihat dari harganya saya rasa Pepper Lunch masuk akal lah dengan rasa yang seperti itu. Saya juga suka dengan suasananya dimana ada 2 sisi restoran yang berhadapan dengan jalan (karena letaknya di ujung jalan) sehingga restoran nya terlihat terang dan saya nyaman makan di situ.

Waktu makan di sini kami kebetulan sebelahan dengan 3 orang temen saya waktu kerja di Es Teler 77. Meja mereka tepat di sebelah meja kami. Sebetulnya yang temen kerja cuma 2 orang, yang satunya lagi adalah anak si pemilik Es Teler Melbourne. Namanya Nori yang dalam bahasa Jepang artinya rumput laut. Karena memang dia lahir tepat pada saat festival rumput laut di Jepang. saya kurang tau Nori lahir dimana tapi yang pasti dia bisa bahasa Jepang walaupun dia bukan orang Jepang. Kami cukup akrab karena udah sering kerja bareng dan disiksa bareng sama bokapnya yang tergila2 dengan duit.

Oya ada gosip terbaru ketika kami ketemuan di Pepper Lunch ini. Sebenernya yang bergosip cuma saya dan 2 orang lainnya, Nori ga ikutan karena dia ga bisa bahasa Indo dan topik yang digosipkan adalah tentang bokapnya yang selingkuh. Yup, pemilik Es Teler 77 Melbourne katanya sedang dalam proses cerai dengan ibunya Nori gara2 selingkuh dengan karyawan baru asal Korea.

Yak, gosipnya cukup sampai di situ dulu karena topiknya saat ini adalah tentang review restoran, jadi sangat bertolak belakang. Buat yang penasaran kenapa mereka bisa selingkuh dan gimana ceritanya? Buang jauh2 rasa penasaran itu karena ini masih gosip dan saya sendiri belum mengkonfirmasi mengenai kebenaran beritanya.

Tidak ada komentar: