31 Desember 2009, malam tahun baru pertamaku bersama keluarga dalam 12 tahun terakhir atau lebih tepatnya dalam perayaan2 tahun baru Nasional yang pernah aku rayakan. Karena seingatku, aku mulai merayakannya di SMP kelar III. Betapa tidak, papa/mamaku bukan tipe orang yang suka bergadang dan mereka beranggapan malam tahun baru ya sama saja dengan malam2 sebelumnya ataupun malam2 yang akan datang, tapi tahun ini berbeda dari biasanya. Mamaku ikut kumpul acara keluarga yang sudah dipersiapkan oleh tanteku yang biasa aku panggil JL. Sayangnya papaku ga bisa ikut, denger2 sih karena harus berjualan karena katanya malem tahun baru cukup ramai.
Hmmm… memang dirasa cukup banyak manfaatnya setelah JL membeli rumah di bilangan Serpong. Rumahnya tidak cukup indah seperti rumah2 pada umunya di Serpong, tapi cukup luas untuk menampung 2 kepala keluarga dengan 2 anak. Apalagi sekarang nenekku yang tadinya tinggal di Bangka sekarang sudah mutasi ke tempat JL. Entah dimutasi atau memutasikan diri, tapi yang jelas kepindahan nenekku ini otomatis membuat semua anak2nya yang tinggal di daerah Tangerang dan Jakarta menjadi lebih sering dan akan mengusahakan datang ke rumah JL untuk mengunjungi sekaligus menjenguk sang ibu mereka yang jarang mereka temui, karena ongkos untuk PP Jakarta – Bangka – Jakarta terlalu mahal dan perlu mengambil cuti liburan yang cukup lama kalau mau berkunjung.
Kami datang termasuk terlambat, pukul 22.00 kami baru sampai di rumah JL. Sementara kami sampai penyambutan yang luar biasa boleh dibilang menghampiri kami. Maklum, kebanyakan dari mereka mau bertanya apa rasanya menjadi penganten baru? Belum sempat motorku diparkirkan, salah satu sepupuku yang membukakan pagar langsung ‘menembak’ pertanyaan: “Gimana rasanya?”. Ga lama muncul lagi pertanyaan dari saudara yang lain: “Sehari berapa kali?” Hahaha… pertanyaan2 yang terkesan vulgar tersebut terus menyerang di menit2 pertama kedatangan kami. Tapi yang mau aku sampaikan di sini adalah kehadiran mereka ternyata memberikan suasana baru bagi kehidupan baru kami berdua. Setidaknya bagi Kristina, istriku. Sayang papaku ga bisa ikut serta dalam kebersamaan ini. Padahal aku jarang ketemu dia, terutama sejak dia memulai bisnis Mie Ayamnya, waktu sering kali menjadi lebih berharga dari segalanya.
Berikut ini mereka2 yang hadir dalam perayaan tutup tahun 2009 yang kami hadiri:
- Ada 1 sepupuku C yang pada waktu itu hadir bersama pacarnya A, dimana bulan Mei 2010 nanti dia akan merit juga menyusul kami.
- Ada 1 sepupuku yang lain – F hadir bersama pacarnya juga – Y yang 1 kantor dengan dia.
- Ada FF yang sedang asik mencocolkan bumbu ke ayam goreng untuk dipanggang
- JY yang asik juga membakar ayam hasil racikan FF sambil membolak-balik ayam yang lain agar tidak gosong.
- QQ dan QM orang tua dari C
- TJ ibu dari F dan FF, sayang ayah mereka ga bisa hadir, sama seperti papaku.
- S anak dari JY dengan tubuhnya yang sudah setinggi bahuku padahal dia baru kelas 5 SD.
- Al & Jo, kakak beradik yang tinggal bersama rumah tante mereka JL
- JLi & JC orang tua dari Al & Jo
- Nenekku dan QH yang tinggal di situ juga bersama JL
- U yang setiap harinya mengantar S ke sekolah sekaligus yang mengajarkan S bermain gitar
- Mamaku
- Aku dan Istriku – Kristina
Dalam liburan akhir tahun ini pula, pacar adikku – S, datang dari Pontianak. Tapi mereka ternyata ga bisa ikut acara tutup tahun bersama kami, karena sudah merencanakan dari awal perjalanan ke Yogyakarta, tempat dimana mereka pertama kali bertemu, kenal dan jadian. Uhhh… romantis amat kesannya. Mendengar ini istriku langsung mau ikut2an ke Yogya, tapi sayang, dengan amat menyesal aku ga bisa mengabulkannya karena acara di rumah JL cukup penting buatku dan budget keuangan kami pun lagi mepet untuk bulan ini.
Cukup disayangkan juga ketika mengetahui adikku dan S ga bisa ikut serta, karena memang kami sebelumnya sudah mengenal S di Yogya dan kedatangan S ke Tangerang adalah pertemuan kami pertama kali setelah kami masing2 lulus satu per satu. Tapi untung masih ada tombo rindu (obat rindu) nya. Kami berempat di detik2 terakhir S di Tangerang masih sempat makan2 di Bakso Jono Tangerang, jalan2 di Sumarecon Mall Serpong, ngobrol bareng perihal Pontianak, kerjaan, sampe ke prospek usaha. Sekiranya fotonya ini bisa menjadi obat rindu kami berempat, terutama buat aku dan istri.
Di pergantian tahun ini pula, T, adik dari istriku harus pindah kos, mengingat tempat kos yang baru lebih nyaman, luas, dan dekat dengan tempat dia bekerja sehingga dari segala aspek lebih menguntungkan bila T di tempat yang baru ini. Dengan berat hati istriku berpisah dengan T, seolah2 ga akan ketemu lagi, padahal masih sama2 di Jakarta. Lihat saja foto mereka, sangkin kangenya sampe pencet2an pipi kaya gini:
Berikut ini hal2 yang lebih menguntungkan di kos baru ketimbang kos lama:
1. Kamar yang lebih luas
2. Ventilasi yang lebih besar, sehingga udara di dalam kamar lebih sejuk
3. Lebih dekat ke kantor yang artinya, bangun bisa lebih siang
4. Hemat ongkos
Kami sempat mengantar T ke kos barunya, sekalian melihat gimana situasinya, siapa tahu T salah pilih tempat gitu. Hmmm… ternyata memang seperti yang T ceritakan memang lebih menguntungkan di kos barunya ini ketimbang tempat lamanya. Di penghujung hari berhubung perut kami lapar dan keberadaan kamipun masih bersama T, akhirnya kami berencana makan bersama. T mengajak teman kosnya sekaligus teman kantornya yang ternyata satu almamater dengan kami. Hanya saja kami belum pernah kenal sebelumnya, tapi kalau dirasa2 seperti pernah lihat orang ini, tapi dimana ya? (Ya di kampus, lah! Kan tadi udah bilang 1 almamater...). Jadi kaya de Javu gitu dech rasanya.
Kalau dipikir2 lagi, semua kejadian di atas seolah-olah mau membentuk diri kami untuk menjadi manusia yang lebih sosial, mencintai orang2 di sekitar kita, terutama keluarga kita. Karena dengan tingkat intensitas pertemuan yang tinggi akan menggoreskan perasaan yang begitu mendalam di hati kita. Ini bisa dibuktikan oleh teman persekutuan kami di Yogya yang baru saja putus karena hubungan jarak jauh. Bukan berarti hubungan jarak jauh selalu gagal, tapi memang diperlukan penekanan emosi, ego, dan harga diri yang lebih dibandingkan hubungan jarak dekat. Kalau ga kuat, ya break deh. Tapi kalau berhasil melewati itu semua, niscaya hubungan sepasang kekasih tersebut pasti erat.
Dengan seringnya bertemu, kita lebih mengenal baik dari segi karakter, pola pikir, maupun habitnya. Kalau sudah mengenal, pasti muncul rasa sayang yang membuat kita merasa kehilangan bila tidak bersama. Dengan rasa sayang inilah kita mencintai makhluk2 ciptaanNya. Jadi kalau melihat/mendengar orang bertengkar, itu berarti mereka sedang dalam proses pengenalan menuju keeratan.
Semoga di tahun2 mendatang segala situasi, masalah, maupun godaan dapat menjadikan kita lebih dewasa dalam berpikir, berperilaku, & bertutur-kata. Sehingga kita semua dapat saling mencintai satu sama lain dan tidak ada dendam yang disembunyikan. Semoga kita bisa melewatinya dengan tabah, sehingga kita dikuatkan sampai “badai” itu berlalu.
Percayalah, semua permasalahan yang kita alami bersama akan memunculkan percikan2 api supaya kita lebih mencintai partner kita.
Cukup disayangkan juga ketika mengetahui adikku dan S ga bisa ikut serta, karena memang kami sebelumnya sudah mengenal S di Yogya dan kedatangan S ke Tangerang adalah pertemuan kami pertama kali setelah kami masing2 lulus satu per satu. Tapi untung masih ada tombo rindu (obat rindu) nya. Kami berempat di detik2 terakhir S di Tangerang masih sempat makan2 di Bakso Jono Tangerang, jalan2 di Sumarecon Mall Serpong, ngobrol bareng perihal Pontianak, kerjaan, sampe ke prospek usaha. Sekiranya fotonya ini bisa menjadi obat rindu kami berempat, terutama buat aku dan istri.
Di pergantian tahun ini pula, T, adik dari istriku harus pindah kos, mengingat tempat kos yang baru lebih nyaman, luas, dan dekat dengan tempat dia bekerja sehingga dari segala aspek lebih menguntungkan bila T di tempat yang baru ini. Dengan berat hati istriku berpisah dengan T, seolah2 ga akan ketemu lagi, padahal masih sama2 di Jakarta. Lihat saja foto mereka, sangkin kangenya sampe pencet2an pipi kaya gini:
Berikut ini hal2 yang lebih menguntungkan di kos baru ketimbang kos lama:
1. Kamar yang lebih luas
2. Ventilasi yang lebih besar, sehingga udara di dalam kamar lebih sejuk
3. Lebih dekat ke kantor yang artinya, bangun bisa lebih siang
4. Hemat ongkos
Kami sempat mengantar T ke kos barunya, sekalian melihat gimana situasinya, siapa tahu T salah pilih tempat gitu. Hmmm… ternyata memang seperti yang T ceritakan memang lebih menguntungkan di kos barunya ini ketimbang tempat lamanya. Di penghujung hari berhubung perut kami lapar dan keberadaan kamipun masih bersama T, akhirnya kami berencana makan bersama. T mengajak teman kosnya sekaligus teman kantornya yang ternyata satu almamater dengan kami. Hanya saja kami belum pernah kenal sebelumnya, tapi kalau dirasa2 seperti pernah lihat orang ini, tapi dimana ya? (Ya di kampus, lah! Kan tadi udah bilang 1 almamater...). Jadi kaya de Javu gitu dech rasanya.
Kalau dipikir2 lagi, semua kejadian di atas seolah-olah mau membentuk diri kami untuk menjadi manusia yang lebih sosial, mencintai orang2 di sekitar kita, terutama keluarga kita. Karena dengan tingkat intensitas pertemuan yang tinggi akan menggoreskan perasaan yang begitu mendalam di hati kita. Ini bisa dibuktikan oleh teman persekutuan kami di Yogya yang baru saja putus karena hubungan jarak jauh. Bukan berarti hubungan jarak jauh selalu gagal, tapi memang diperlukan penekanan emosi, ego, dan harga diri yang lebih dibandingkan hubungan jarak dekat. Kalau ga kuat, ya break deh. Tapi kalau berhasil melewati itu semua, niscaya hubungan sepasang kekasih tersebut pasti erat.
Dengan seringnya bertemu, kita lebih mengenal baik dari segi karakter, pola pikir, maupun habitnya. Kalau sudah mengenal, pasti muncul rasa sayang yang membuat kita merasa kehilangan bila tidak bersama. Dengan rasa sayang inilah kita mencintai makhluk2 ciptaanNya. Jadi kalau melihat/mendengar orang bertengkar, itu berarti mereka sedang dalam proses pengenalan menuju keeratan.
Semoga di tahun2 mendatang segala situasi, masalah, maupun godaan dapat menjadikan kita lebih dewasa dalam berpikir, berperilaku, & bertutur-kata. Sehingga kita semua dapat saling mencintai satu sama lain dan tidak ada dendam yang disembunyikan. Semoga kita bisa melewatinya dengan tabah, sehingga kita dikuatkan sampai “badai” itu berlalu.
Percayalah, semua permasalahan yang kita alami bersama akan memunculkan percikan2 api supaya kita lebih mencintai partner kita.
4 komentar:
menurut x juga kebersamaan itu paling penting ya...karena kebersamaan ga bisa dibeli dengan uang. mengingat pengalaman dulu2 waktu long distance sangat menderita jadi x sangat bersyukur kalo sampe sekarang masih bisa bersama2 dengan suamiku trus keluarga dan teman2. soal bertengkar..sekali2 bolehlah bertengkar..tapi kalo tiap hari bertengkar ya itu namanya ga cocok hihihi
Hehehe.. banyak inisialnya.. berasa baca koran deh.. hehehe. Hai, Petter! Salam kenal! Kristina pasti udh pernah cerita ttg aku *pede banget* hahaha.
Question: Enak ga? ;))
Hahahahaha. Ngetawain komentarnya Jessi. Aku nggak perlu nanya karna Kristina udah cerita secara detil (hehe, marakke ribut wae). Selamat deh Pit tahun baruan bisa kumpul2. Aku tahun baruan malah pergi sendiri gara2 bete natalan di rumah dicuekin ama ortu. He!
Konon kebersamaan itu wujudnya ngga melulu harus melewatkan waktu bersama-sama terus, tapi lebih ke soal sehati.
Posting Komentar