Perjalanan pulang ke Indo kali ini cukup penuh tantangan karena sekarang saya udah bawa boncengan si boncel yang biasanya udah tidur tiap jm 9 malam, tapi karena pesawat take off jam 00.45 alhasil masih melek walaupun pesawat udah take off.
Butuh waktu kurang lebih 1 jam setelah take off, Eog baru mulai tidur, dimana berbarengan dengan dimatikannya lampu2 kabin. Untungnya kerewelannya hanya sebatas ketidak-nyamanan pada posisi tidur sehingga Eog ga nangis sepanjang malam. Tapi efek sampingnya adalah, Kristina yang ga bisa tidur semaleman untuk jaga posisi Eog tetep nyaman di pangkuannya. Plus katanya otot paha ke bawah kaya mati rasa karena menahan berat Eog.
Sampai artikel ini diketik, kami udah sampe KLIA, Kuala Lumpur, sambil menunggu pesawat kami yang 2 jam lagi baru take off menuju Jakarta, kota tercinta (sambil menahan mual waktu ngetik kata terakhir).
Kembalinya saya ke Kota Sumpek ini hanya untuk tujuan mulia, yakni menghadiri pernikahan satu2nya adik saya dengan jejasihnya yang udah dipacari sejak 2004 (kalo ga salah, he3...)
Selain itu sekalian bawa oleh2 pesenan temen2 dan sodara. Salah satunya stroler yang untuk dikasi ke Budi, adik Kristina, yang istrinya sedang hamil 7 bulan. Stroler yang ga kami masukan bagasi ternyata ga boleh masuk kabin. Jadi stroler tersebut ditimbang lalu diangkut oleh petugasnya untuk dimasukan ke tempet khusus, tanpa kena biaya. Selain itu kami ada sedikit kendala ketika bagasi kami yang terdiri dari 2 bok bouncher (untuk dikasi Budi juga) ternyata ukurannya melebihi standar. Jadi kami harus anter ke tempet bagasi khusus, ga kena charge tambahan lho. Kalo di indo mungkin udah jadi ajang buat nambah pemasukan tambahan petugas bandaranya kali ya.
Sekian laporan saya yang lagi transit sambil makan siomai seharga RM 4.50.
1 komentar:
maksudnya jakarta kota sumpek??..heheh saya kirain Kuala lumpur yang sumpek..heheh..soalnya saya betah kali tinggal dikuala lumpur..
Posting Komentar