Masih
tentang perjalanan di sekitar Daylesford dan permukiman air mineral. Ternyata
ada tempat kunjungan yang mirip dengan Yuulong Lavender. Perkebunan lavender
yang tentu saja sudah tak berbunga lagi karena kedatangan kami di salah musim.
Nama tempatnya adalah Lavandula. Dengan membayar $4 per orang dewasa dan $1.5
untuk anak2 terhitung yang sudah mulai sekolah. Eog dihitung gratis karena
masih ngesot di playgroup.
Perjalanan
hampir mendekati tempat Lavandula memang naik turun. Artinya ada pemandangan bukit2
di sebelah kanan, peternakan domba yang terlihat dari atas, dan pohon dedaunan
maple yang terlihat kemerah-merahan. Sayang saya sambil nyetir jadi ga bisa
benar2 menikmati pemandangannya.
Sampai
di sana dengan membayar 2x $4 di dalam sebuah gubuk kayu, sang kasir sudah
menunggu dengan ramah dan siap menjelaskan ada apa aja di dalam sana. Tempat
pembayaran tiket pun sekaligus sebagai tempat toko penjualan souvenir yang
terbuat dari lavender. Ada banyak pula mainan2 kayu maupun pernak pernik
penghias rumah buat yang doyan sama pajangan.
Di
hadapan kami setelah melewati gerbang masuk, ada 2 gubuk masing2 di kanan dan
kiri dimana gubuk ini punya cerita sendiri juga. Barang2 yang mengisi rumah
tersebut masih sama seperti sedia kala dihuni oleh penghuni sebelumnya.
Keluarga dari Swiss yang datang ke Australia bermaksud untuk menggali emas2
yang ada di sini. Kata guide nya kalo
beruntung kamu bisa nemu kerikil emas di pinggir jalan sekitar sini, tapi
jangan berharap banyak karena emasnya sudah habis dari puluhan tahun yang lalu.
Jadi kalo ada serpihan2 pun sudah diambilin orang dari jaman dulu.
Lewat
dari gubuk orang Swiss kami lanjutkan perjalanan. Sebelah kanan tersaji
pemandangan lembah dan bukit yang bagus banget dengan hamparan rumput hijau dan
tanaman lavender yang belum mekar. Sementara di sebelah kirinya ada kafe LOCARNO
yang menyediakan tempat duduk di dalam dan di luar. Nothing special ya karena kafe dimana2 juga bisa duduk dalam dan
luar. Kami memilih di luar karena pemandangannya yang indah dan letak meja dan
kursi berada diantara pepohonan yang ditanam berurut. Walau dingin tapi suasana
terasa hangat dengan kebersamaan, apalagi ditambah bukit2 yang menghiasi mata
seperti lukisan, ditambah seruputan kopi panas.
Ada
sesuatu yang menarik dipojokan kafe. Saya melihat ada tangki penampungan air besar
bertuliskan “Air hujan, silahkan diminum. Gratis” Wah, jelas saya minum ini
sih, penasaran rasanya. Dulu waktu di Pontianak, saya dijelaskan sama ipar saya
yang ternyata selalu menampung air hujan untuk kebutuhan sehari2 seperti mandi,
masak, dan minum. Tapi bukan air rembesan pertama karena kotor membawa debu
dari genteng. Biasanya mulai ditampung setelah 2-3x hujan.
Lanjut
lagi melewati kafe, kami menemukan ada 2 kandang terpisah, masing2 dihuni oleh
1 hewan unggas besar bernama Emu. Entahlah dalam bahasa Indonesia binatang apa
ini. Saya coba translate di google tetep aja keluarnya Emu. Jadi kalo bingung
silahkan google image, jadi tau bentukannya seperti apa. Hewan unggas ini
menurut saya mirip burung unta, hanya saja kalo burung unta bulunya hitam-putih
dan lehernya tak berbulu, sementara Emu seluruh badannya termasuk lehernya
berbulu yang sama yakni abu2.
Melewati
2 kandang Emu, kami lanjutkan tetap ke depan. Ada kandang yang terdapat
sekumpulan bebek putih atau biasa saya sebut soang. Hmm, bahasa formalnya itik.
Eog yang demen sama binatang ya demen deh ngeliatin gituan. Kami mah lihat
kanan-kiri, mau tau aja ada apa di sekitar situ walau ternyata ini jalan buntu.
Kami
balik ke arah kandang Emu dan berbelok kea rah lain. Di sana ga ada apa2, hanya
saja pemandangannya bagus sekali. Jadi kami foto2. Oh, iya, ada kereta tua yang
terparkir di salah satu gang di sebelah kiri jalan.
Setelah
puas dengan jepret2 dan menikmati pemandangan serasa di ladang yang mirip orang
tua angkat Superman (Ken’s family), kami akhiri perjalanan kami di toko souvenir
tempat kami bayar tiket masuk tadi.