About Me:

Saya adalah seorang manusia gila yang terlalu banyak uneg-uneg & obsesi yang belom tercapai. Sebagian orang menilai saya adalah orang yang sedang mencari jati diri. Pernyataan tersebut hampir betul dikarenakan sedikitnya waktu bagi saya untuk menemukan apa yang saya benar2 inginkan dalam hidup ini. Tak ada ruang untuk berekspresi, berkreasi, dan menjadi gila di dunia yang naif ini. Alhasil, terciptalah saya sebagai pribadi yang terkesan eksplosif, dableg & sering keluar dari jalur. Kebahagiaan & kesenangan yang saya rasakan pun terkadang tidak pernah bisa dibagikan dengan orang lain, padahal Chistopher McCandless berpesan di akhir hayatnya: "Happiness only real when it shared". Untuk itulah blog ini tercipta, ga masalah orang2 yang baca mo menanggipnya atau tidak, ga masalah jika para pembacanya menjadi antipati atau termotivasi karena topiknya, yang penting saya sudah berbagi supaya ada sedikit cahaya kebahagiaan dalam hidup saya ini.

Kamis, 24 Mei 2012

Immigration Museum


Lebih baik terlambat daripada sama sekali ga diceritain. Kami menyempatkan diri waktu tanggal 8 April 2012 untuk datang ke museum yang dari dulu penasaran apa isinya. Karena tiap kali naik kereta kalo turun di Flider Street Station, museum ini selalu keliatan dari kereta. Nama museumnya adalah Immigration Museum, tepat di jalan Flinder Street museum ini berada. Seperti namanya museum ini isinya tentang hal2 yang berbau imigrasi atau perpindahan penduduk dari suatu negara ke benua Australia, khususnya Melbourne.

Gedung Immigration Museum ini selesai didirikan pada tahun 1878. Ya kira2 jaman nenek buyut kita lagi tusuk tusukan pake bambu runcing sama Belanda, ini gedung udah selesai dibangun. Tujuannya adalah untuk mengabadikan kedatangan pada imigran Inggris yang datang ke Australia sekaligus sebagai wujud respek para imigran terhadap penduduk lokal pada waktu itu.

Immigration Museum ini sendiri sebenernya didirikan di atas tanah orang lokal yang menempati Melbourne pertama kali sebelum para imigran Inggris datang. Ya, seperti yang kita ketahui, orang lokal Australia ya, suku Aborigin. Dan tanah ini sebenernya dianggap sebagai tanah tradisional, mungkin artinya sama dengan tanah leluhur yang harus tetap dijaga kelestariannya. Nah, untuk menjaga kelestariannya itu Departemen Pekerjaan Umum mendirikan museum ini di atas tanah tersebut untuk mengenang orang lokal dan para imigran. Sampe sekarang museum ini masih terlihat asri walaupun dari luar gedungnya terlihat kuno. Ini wujud bahwa pemerintah Australia serius dalam usaha pelestarian tersebut.

Sampe sekarang para imigran yang datang ke Melbourne bukan lagi orang2 dari Inggris, melainkan mereka2 yang dari penjuru dunia. Karenanya ada tulisan di museum ini yang menyatakan bahwa Melbourne sebagai salah satu kota multikultural terbesar di dunia.

Di salah satu sudut museum ini menceritakan ada seorang pria bernama Vittorio yang tinggal di Sicily, Italia sebelum akhirnya migrasi ke Australia pada tahun 1959. Vittorio muda yang pada waktu itu masih berusia 16 tahun berhasrat untuk menjadi tukang cukur rambut setelah kepindahannya ke Australia karenanya dia mengambil kursus hairdressing. 2 tahun kemudian temannya bantuin dia untuk buka tempet untuk cukur rambut di Brunswick dengan nama Vittorio’s Barbershop. Sebelumnya sekedar info, bahwa daerah Bruncswick ini memang terkenal dengan para imigran dari Italia.

Pada tahun 2010, customer setia Vittorio meninggal dunia. Namanya Fransesco, imigran asal Italia juga yang udah langganan dengan Vittorio selama 48 tahun. Fransesco adalah customer tertua Vittorio. Ia meninggal dunia pada usia 104 tahun. Fransesco yang awalnya tinggal di Brunswick, dia pindah ke Mornington Peninsula. Tempat yang cukup jauh kalo menurut saya. kalo naik kereta kira2 2 jam. Abis itu masih naik bis lagi 30 menit. Selama kepindahannya itu, Fransesco masih tetap setia potong rambut di Vittorio. Ketika dia udah ga bisa segesit waktu muda, kadang dia meminta keluarganya untuk mengantarnya ke Vittorio’s Barbershop. Inilah yang membuat Vittorio benar2 mencintai pekerjaan. Dia seperti menemukan jati dirinya dan begitu menikmati pekerjaannya. Dia merasa dibutuhkan untuk pekerjaan yang ia kerjakan. Duh, kapan ya saya bisa seperti Vittorio, menemukan jati diri dan begitu menikmati hidup?

Di sudut lain ada cerita imigrasi tentang keluarga India yang datang ke Australia Cuma bawa 2 koper, uang 50 Poundsterling, dan ijazah sang suami sebagai Guru. Pada tahun 1972 Kantibhai Tailor bersama istrinya, Pushpa, dan anaknya yang baru berusia 2 tahun berangkat menuju Australia. Pada waktu sampai di Melbourne, Kantibhai menyadari dan peka terhadap situasi pada waktu itu, bahwa komunitas India pada waktu itu sulit sekali untuk mendapatkan bahan pangan dan rempah2 khas India. Karenanya dia mulai impor kecil2 barang tersebut dan mulailah dia berjualan di garasi rumahnya. Pada waktu itu masih tahun 1983 dan hanya dalam waktu 1 tahun permintaannya semakin pesan dan dia mulai mengambil alih Chinese Grocery yang ada di Clayton dan mengganti namanya menjadi Truspice. Sampai sekarang Truspice dikenal sebagai First Indian Shop in Melbourne.

Masih banyak lagi cerita2 tentang para imigran yang datang ke Australia. Contohnya para imigran dari negara2 konflik. Mereka berjuang mati2an waktu baru nyampe di Melbourne karena kendala bahasa yang sama sekali mereka ga ngerti. Tapi bagi mereka kendala bahasa jauh lebih ringan ketimbang di negara mereka sendiri yang tidak tau hari esok apakah masih bisa hidup atau nggak. Ketika ga punya pilihan kadang manusia malah justru jadi kreatif dan lebih kuat menghadapi rintangan hidup. Tapi kalo masih punya pilihan, seringnya malah menunda dan ga mau melangkah ke pilihan yang lain dengan alasan ga punya keberanian atau menunggu waktu yang tepat. Dan sepanjang hari mengeluhkan hidupnya yang susah, atau kondisi kerjaan yang ga kondusif lagi.

Teman, ayo melangkahlah. Saya pun sama seperti kalian, takut mengambil resiko dan takut akan hari esok yang ga ada kepastiannya. Tapi saya belajar untuk mengalahkan rasa takut itu. Bahkan sampe sekarang pun saya masih belajar untuk melakukannya. Kenapa? Karena saya masih merasa takut. Saya pernah baca satu artikel yang berbunyi begini: “Lakukanlah apa yang membuat dirimu takut dan gemetar. Hanya dengan itu kamu bisa melihat pelangi dalam hidupmu.” Hidup jadi penuh warna, kawan. Lakukanlah selagi punya kesempatan. Jangan menunda. Persiapkan segalanya dengan matang, lalu action!

Tidak ada komentar: