About Me:

Saya adalah seorang manusia gila yang terlalu banyak uneg-uneg & obsesi yang belom tercapai. Sebagian orang menilai saya adalah orang yang sedang mencari jati diri. Pernyataan tersebut hampir betul dikarenakan sedikitnya waktu bagi saya untuk menemukan apa yang saya benar2 inginkan dalam hidup ini. Tak ada ruang untuk berekspresi, berkreasi, dan menjadi gila di dunia yang naif ini. Alhasil, terciptalah saya sebagai pribadi yang terkesan eksplosif, dableg & sering keluar dari jalur. Kebahagiaan & kesenangan yang saya rasakan pun terkadang tidak pernah bisa dibagikan dengan orang lain, padahal Chistopher McCandless berpesan di akhir hayatnya: "Happiness only real when it shared". Untuk itulah blog ini tercipta, ga masalah orang2 yang baca mo menanggipnya atau tidak, ga masalah jika para pembacanya menjadi antipati atau termotivasi karena topiknya, yang penting saya sudah berbagi supaya ada sedikit cahaya kebahagiaan dalam hidup saya ini.

Kamis, 24 Mei 2012

Immigration Museum


Lebih baik terlambat daripada sama sekali ga diceritain. Kami menyempatkan diri waktu tanggal 8 April 2012 untuk datang ke museum yang dari dulu penasaran apa isinya. Karena tiap kali naik kereta kalo turun di Flider Street Station, museum ini selalu keliatan dari kereta. Nama museumnya adalah Immigration Museum, tepat di jalan Flinder Street museum ini berada. Seperti namanya museum ini isinya tentang hal2 yang berbau imigrasi atau perpindahan penduduk dari suatu negara ke benua Australia, khususnya Melbourne.

Gedung Immigration Museum ini selesai didirikan pada tahun 1878. Ya kira2 jaman nenek buyut kita lagi tusuk tusukan pake bambu runcing sama Belanda, ini gedung udah selesai dibangun. Tujuannya adalah untuk mengabadikan kedatangan pada imigran Inggris yang datang ke Australia sekaligus sebagai wujud respek para imigran terhadap penduduk lokal pada waktu itu.

Immigration Museum ini sendiri sebenernya didirikan di atas tanah orang lokal yang menempati Melbourne pertama kali sebelum para imigran Inggris datang. Ya, seperti yang kita ketahui, orang lokal Australia ya, suku Aborigin. Dan tanah ini sebenernya dianggap sebagai tanah tradisional, mungkin artinya sama dengan tanah leluhur yang harus tetap dijaga kelestariannya. Nah, untuk menjaga kelestariannya itu Departemen Pekerjaan Umum mendirikan museum ini di atas tanah tersebut untuk mengenang orang lokal dan para imigran. Sampe sekarang museum ini masih terlihat asri walaupun dari luar gedungnya terlihat kuno. Ini wujud bahwa pemerintah Australia serius dalam usaha pelestarian tersebut.

Sampe sekarang para imigran yang datang ke Melbourne bukan lagi orang2 dari Inggris, melainkan mereka2 yang dari penjuru dunia. Karenanya ada tulisan di museum ini yang menyatakan bahwa Melbourne sebagai salah satu kota multikultural terbesar di dunia.

Di salah satu sudut museum ini menceritakan ada seorang pria bernama Vittorio yang tinggal di Sicily, Italia sebelum akhirnya migrasi ke Australia pada tahun 1959. Vittorio muda yang pada waktu itu masih berusia 16 tahun berhasrat untuk menjadi tukang cukur rambut setelah kepindahannya ke Australia karenanya dia mengambil kursus hairdressing. 2 tahun kemudian temannya bantuin dia untuk buka tempet untuk cukur rambut di Brunswick dengan nama Vittorio’s Barbershop. Sebelumnya sekedar info, bahwa daerah Bruncswick ini memang terkenal dengan para imigran dari Italia.

Pada tahun 2010, customer setia Vittorio meninggal dunia. Namanya Fransesco, imigran asal Italia juga yang udah langganan dengan Vittorio selama 48 tahun. Fransesco adalah customer tertua Vittorio. Ia meninggal dunia pada usia 104 tahun. Fransesco yang awalnya tinggal di Brunswick, dia pindah ke Mornington Peninsula. Tempat yang cukup jauh kalo menurut saya. kalo naik kereta kira2 2 jam. Abis itu masih naik bis lagi 30 menit. Selama kepindahannya itu, Fransesco masih tetap setia potong rambut di Vittorio. Ketika dia udah ga bisa segesit waktu muda, kadang dia meminta keluarganya untuk mengantarnya ke Vittorio’s Barbershop. Inilah yang membuat Vittorio benar2 mencintai pekerjaan. Dia seperti menemukan jati dirinya dan begitu menikmati pekerjaannya. Dia merasa dibutuhkan untuk pekerjaan yang ia kerjakan. Duh, kapan ya saya bisa seperti Vittorio, menemukan jati diri dan begitu menikmati hidup?

Di sudut lain ada cerita imigrasi tentang keluarga India yang datang ke Australia Cuma bawa 2 koper, uang 50 Poundsterling, dan ijazah sang suami sebagai Guru. Pada tahun 1972 Kantibhai Tailor bersama istrinya, Pushpa, dan anaknya yang baru berusia 2 tahun berangkat menuju Australia. Pada waktu sampai di Melbourne, Kantibhai menyadari dan peka terhadap situasi pada waktu itu, bahwa komunitas India pada waktu itu sulit sekali untuk mendapatkan bahan pangan dan rempah2 khas India. Karenanya dia mulai impor kecil2 barang tersebut dan mulailah dia berjualan di garasi rumahnya. Pada waktu itu masih tahun 1983 dan hanya dalam waktu 1 tahun permintaannya semakin pesan dan dia mulai mengambil alih Chinese Grocery yang ada di Clayton dan mengganti namanya menjadi Truspice. Sampai sekarang Truspice dikenal sebagai First Indian Shop in Melbourne.

Masih banyak lagi cerita2 tentang para imigran yang datang ke Australia. Contohnya para imigran dari negara2 konflik. Mereka berjuang mati2an waktu baru nyampe di Melbourne karena kendala bahasa yang sama sekali mereka ga ngerti. Tapi bagi mereka kendala bahasa jauh lebih ringan ketimbang di negara mereka sendiri yang tidak tau hari esok apakah masih bisa hidup atau nggak. Ketika ga punya pilihan kadang manusia malah justru jadi kreatif dan lebih kuat menghadapi rintangan hidup. Tapi kalo masih punya pilihan, seringnya malah menunda dan ga mau melangkah ke pilihan yang lain dengan alasan ga punya keberanian atau menunggu waktu yang tepat. Dan sepanjang hari mengeluhkan hidupnya yang susah, atau kondisi kerjaan yang ga kondusif lagi.

Teman, ayo melangkahlah. Saya pun sama seperti kalian, takut mengambil resiko dan takut akan hari esok yang ga ada kepastiannya. Tapi saya belajar untuk mengalahkan rasa takut itu. Bahkan sampe sekarang pun saya masih belajar untuk melakukannya. Kenapa? Karena saya masih merasa takut. Saya pernah baca satu artikel yang berbunyi begini: “Lakukanlah apa yang membuat dirimu takut dan gemetar. Hanya dengan itu kamu bisa melihat pelangi dalam hidupmu.” Hidup jadi penuh warna, kawan. Lakukanlah selagi punya kesempatan. Jangan menunda. Persiapkan segalanya dengan matang, lalu action!

Minggu, 20 Mei 2012

Quang Vinh Restaurant


Dulu saya pernah jelasin tentang restoran Vietnam Song Huong di bilangan St. Albans, Melbourne. Nah, masih di daerah yang sama dan jenis restoran yang sama, restoran Vietnam. Namanya Quang Vinh.

Jadi (sepertinya) restoran ini adalah saingannya Song Huong. Lokasi nya pun hampir berseberangan dan menunya pun ada yang mirip2. Nah karena ada yang mirip saya coba untuk order menu yang biasa saya pesar di Song Huong juga untuk bisa dibandingkan mana yang lebih enak, Chicken Salt and Pepper.

Chicken Salt and Pepper
Dengan bentuk penyajiannya yang berbeda tapi warna nasinya mirip Quang Vinh punya cita rasa yang lebih enak ketimbang Song Huong, sayangnya ayamnya lebih kecil. Tapi ada teman saya yang bilang yang Song Huong punya justru lebih enak. Saya ga tau lidah siapa yang salah, yang pasti namanya selera pasti beda2. Kalo anda penasaran anda bisa coba sendiri dan keluarkan opini anda restoran mana yang Chicken Salt and Pepper lebih enak.

Seperti biasa kalo dateng ke restoran yang menunya puluhan kami biasanya bingung sendiri mau pesen yang mana. Kalo istri saya biasanya tanya ke pelayannya mana menu yang paling sering diorder. Kalo saya biasanya liat meja tetangga lagi makan apa, kalo keliatan menarik saya bilang saya mau pesen yang seperti itu.

Nasi Campur ala Quang Vinh
Alhasil kami order nasi campur yang pastinya tidak halal. Buat yang biasa makan makanan ga halal tapi ga bisa makan babi, mungkin liat gambar menu di bawah ini bisa eneg karena kebanyakan dagingnya.

Berikutnya kami order Tofu Salt and Pepper. Tahunya sepertinya pake tahu jepang. Ya kurang lebih ini mirip2 tahu telor asin yang di jual di D’Cost lah. Buat yang doyan tahu, menu ini pasti cocok dan memuaskan impian anda tentang tahu *halah, lebay.

3 hari kemudian kami datang lagi ke restoran ini untuk nyicipin menu yang lainnya. Kami order Singapore Noodle dan Chicken Noodle alias mie ayam. 2 menu ini sebenernya enak tapi sayang ga sesuai sama selera saya. berhubung dulu istri pernah kerja di Chinese restaurant waktu di Frankstone dan sering bawa pulang Singapore Noodle jadinya saya udah bosan dengan rasanya. Dan yang mi ayam rasanya agak aneh ketika lagi asik2 ngunyah mi dan ayamnya tiba2 di mulut ada kacang tanah ikutan gabung. Buat saya sih rasanya kurang cocok.

Tofu Salt and Pepper
Sebenernya masih puluhan lagi menu yang belom sempet kami coba. Tapi berhubung kami udah keburu bosan dengan masakan Vietnam jadinya kami berubah haluan dulu, nyobain jenis restoran yang lainnya dulu.

Chicken Noodle
Singapore Noodle
 

Sabtu, 19 Mei 2012

Seoul Tookbegi


5 hari kemudian dari hari kami makan di Warung Gudeg, kami makan2 lagi, dan sekali lagi di restoran Korea. Kali ini namanya Seoul Tookbegi, letaknya di Russell Street, di CBD city.

Seperti yang pernah saya sebutkan sebelumnya, ciri khas restoran Korea biasanya ada Side Dishes nya, begitu pula di Seoul Tookbegi ini, kami dapet juga Side Dishes yang macem2. Bahkan boleh nambah lho.

Seoul Tookbegi secara keseluruhan keliatan lebih nyaman tempatnya ketimbang Kangnaroo. Di Seoul Tookbegi ini kalo kita order menu yang asap2an, di langit2 restoran ini sudah disediakan penyedot asap tersebut. Karena cuaca di Melbourne ini ga memungkinkan pintunya dibuka sepanjang hari terutama waktu musim dingin.

Saya order menu yang sama seperti dulu makan di Kangnaroo, Mie dingin (Hehe, saya lupa namanya jadi saya sebutnya mie dingin aja ya). Menu ini jauh lebih enak yang di Kangnaroo. Di Seoul Tookbegi mie nya lebih besar kira2 mirip lah seperti bentuk mi pada umumnya. Sementara yang di Kangnaroo mie nya hanya sebensar bihun tapi kenyal.

Kami juga order Kimci Pancake, bentuk dan rasa nya mirip telor dadar:


Orderan yang lain adalah Dolsot Bimbimbab. Bedanya sama bimbimbab yang dulu dimakan di Kangnaroo adalah Dolsot Bimbimbab pake panci/mangkok panas. Kita harus makan Dolsot Bimbimbab ini pas masih panas, diaduk-aduk. Kalo kita lengah waktu ngaduk, nasinya akan nempel di mangkoknya dan menjadi kerak. Saya kurang suka rasa dari Dolsot Bimbimbab ini karena kurang asin. Dan saya ga bisa makan makanan yang terlalu panas karena lidah akan kebakar dan rusaklah selera makan saya seharian itu.


Curry rice ala Korea kami order karena pengen tau rasanya kaya apa. Cukup menarik karena biasanya masakan Curry adalah masakan India. Rasanya cukup enak.


Nah, yang satu ini saya lupa namanya. Sup apa gitu yang di dalamnya ada daging sapi/ayam (bisa milih kayanya antara sapi atau ayam). Sup ini enak menurut saya, rasa nya gurih dan pedas. Sip lah pokoknya.


Di lain hari kami sempat datang lagi ke Seoul Tookbegi ini tapi dengan order yang berbeda. Kami order Jajangmeon (Black bean noodle). Jarang restoran Korea di Melbourne yang jualan Jajangmeon karena katanya kalo di Korea Jajangmeon itu udah kaya makanan warteg, warung2 pinggir jalan aja pada jualan itu. Mungkin kalo dimiripin sama di Indo mirip2 kaya tukang Mi Ayam kali ya. Karenanya mereka jarang yang jualan Jajangmeon karena orang Korea jarang yang kangen sama masakan Korea ini. Tapi di Seoul Tookbegi ini mereka jual lho tapi sayangnya mereka jual ini khusus untuk dinner time. Biasanya mulai di jual dari jam 5pm sampe tutup.


Kami order Baby Octopus. Wuih, kaya apa tuh ya? Nah ini yang menarik Baby Octopusnya panas, tapi disajikan dalam 1 piring yang sama dengan mie yang dingin. Awalnya saya kecewa waktu liat menunya datang, kok beda sama gambar, di gambar mi nya ada 4 gumpal, tapi yang saya dapet Cuma 3 gumpal. Tapi pas dimakan saya nyaris ga bisa ngabisin makan ini. Hahaha, dasar serakah ya, untung abis.


Warung Gudeg

Ceritanya: 7 hari kemudian
Kesampean juga akhirnya makan makanan khas Yogyakarta, si nangka muda, gudeg. Kali ini personel yang berangkat ikut makan berbeda karena yang kebetulan libur pada hari itu orang nya beda. Kami kembali lagi ke Clayton dengan penuh keyakinan 100% warungnya pasti buka.

Restoran ini termasuknya sempit, mereka sepertinya menspesialisasikan diri untuk take away, atau bawa pulang. Di sini Cuma ada 3 buah meja dengan 10 buah kursi yang diperuntukan bagi konsumen yang mau makan di tempat.

Menunya bener2 Indonesia banget, dan semuanya racikan sendiri katanya, ga ada yang bumbu instan. Ada Mie ayam Jawa, sambel terong, dan yang pasti gudeg lah. Buat yang pernah makan gudeg di Yogya mestinya tau lauknya apa aja. Selain nangka muda ada krecek juga lho. Biasanya juga ada gorengan bakwan atau tahu.

Di Majalah yang pernah saya baca yang kebetulan ngebahas Warung Gudeg ini, mereka berpendapat bahwa membuka bisnis restoran itu ga melulu harus di kota atau di tempat yang penuh keramaian. Di daerah terpencil pun pasti laku kalau kita bisa bikin yang beda banget dari orang lain. Jika kita unik, konsumen lah yang cari kita walaupun itu sampe ke pelosok.

Nah berikut ini foto gudeg nya:


Dan berikut ini gambar Mie ayam Jawa nya:


Abis kenyang sama Mie ayam Jawa saya tambah lagi makan nya Cuma nasi sama sambel terong. Nah ini foto sambel terongnya. Maaf karena kalap jadi kelupaan di foto, pas inget mo foto eh udah tinggal setengah, jadi beginilah fotonya, hehehe...

Kangnaroo Restaurant


Bener2 bingung harus mulai dari mana untuk ngelanjutin cerita di blog ini. Udah 1,5 bulan mandeg ga nambah2 artikelnya. Buanyuak banget isi di kelapa yang belom di keluarin. Akhirnya terpaksa senjata andalan saya pakai untuk me-remind memori, lihat foto.

Perjalanan kali ini saya mulai dari cerita waktu mau cari makanan Indo khas Yogyakarta, Gudeg. Menurut penelusuran internet kami harus turun di stasiun Clayton. Ga jauh dari stasiun warung gudegnya pasti ketemu. Emang bener ketemu, tapi sayang warungnya tutup.  Kecewa berat, karena sepanjang perjalanan kami udah ngebayangin makanan tersebut dan udah ngiler. Tapi pada akhirnya sih kami kesampaian juga makan di situ, tapi di lain hari.

Karena berhubung Warung Gudeg nya  tutup, mata kami langsung tertuju ke rumah makan Korea, KANGNAROO. Namanya ke Korea2an, tapi kaya diserempet2in dari kata Kanguru. Resto ini tepat di pojok jalan, sebrangan dengan stasiun Clayton.

Ciri khas resto Korea di sini adalah waitress nya kulitnya mulus2, putih2, udah kaya artis dah pokoknya. Karena saya bukan maniak film Korea, saya serahkan pemilihan menu pada istri saya. Saya nya ngapain? Saya sibuk ngeliatin waitress nya yang bening2, hihihi...

Saya baru tau ada makan Korea yang cukup unik. Ada mie yang disajikan dengan suhu dingin. Saya lupa namanya tapi mie dingin ini cukup unik rasanya. Besaran mie nya seperti bihun, tapi waktu digigit ga gampang putus, tapi ga alot juga. Mie ini disajiin bersamaan dengan bangkuang, 3 helai daging yg dipotong tipis dan setengah telor matang di atasnya.

Selain itu kami juga order Dokbokgi (rice cake), Bulgogi, Bimbimbab. Dan udah menjadi ciri khas resto Korea, selalu dikasi Side Dishes seperti, kimchi, rumput laut, cah toge, telor dadar, dll

Dokbokgi
Bimbimbab
Bulgogi
Sides Dishes

Sabtu, 07 April 2012

Great Ocean Road

Setelah saya cek ulang arsip blog saya, ternyata saya baru sadar kalo saya belom cerita tentang jalan-jalan saya ke Great Ocean Road.

Sebenernya jalan-jalan kali ini ga perlu banyak cerita, cukup banyak-banyak melihat hasil jepretan foto aja. view nya bagus banget walaupun perjalanannya jauh. Bahkan Kristina yang kalo ambil gambar seringnya hasilnya ga memuaskan, hasilnya tetep bagus lho.

6 Februari 2012, sekali lagi kami pake travel agent Extragreen, dimana sebelumnya kami pernah pake juga waktu jalan-jalan ke Mounth Buller. Tapi kali ini sang sopir sekaligus bertugas sebagai guide ga bisa bahasa inggris. Dan sepanjang jalan dia menjelaskan dengan bahasa mandarin.

Ya, ada harga ada barang lah. Berhubung ini murah jadinya wajar kalo ga dapet penjelasan maksimal. Lagipula, ga perlu banyak dijelasin, pemandangannya udah cukup menjelaskan kalo ini WOW BANGET!!!

Oya, kami berangkat dengan mobil bukan dengan bis. Mobilnya pun bukan seperti mobil travel tapi lebih seperti angkutan umum Cimone-Balaraja (buat yang tinggal di tangerang). Maaf saya bingung ngejelasin ini mobil jenis apa, yang pasti lebih kecil dari Mini Bus, tapi lebih besar dari mobil pribadi.

Perjalanan selama 5 jam kami lewatin dengan perasaan senang (awalnya) karena begitu antusiasnya. Tapi waktu udah mau nyampe, jalanannya mulai berliku-liku jadi ada sekitar 5-6 orang muntah di dalam mobil, salah satunya saya dan Kristina. Emang bener-bener dasyat nih yang namanya Great Ocean Road. Road nya bener-bener bikin saya Great Oooeeeekkkk...

Spot paling terkenal dari Great Ocean Road ini adalah Twelve Apostle. Saya ga nemu informasi yang menjelaskan kenapa dinamain Twelve Apostle (12 Rasul). Mungkin wikipedia sudah menjelaskannya, saya sih belom sempet cari. Tapi melihat dari tebing-tebing yang menjurus ke laut, sepertinya sepanjang jalan Great Ocean Road ini total berjumlah 12. Apakah itu maksudnya? Hehehe, saya Cuma ngarang, mungkin saja.

Muntah di perjalanan terbayar sudah dengan pemandangan yang bener-bener menakjubkan. Awal kali melihat pemandangan ini adalah waktu sepupu saya mengunjungi kakaknya yang kuliah di Melbourne.Waktu itu saya masih berkutat dengan kerjaan itung menghitung pajak orang. Foto yang dia upload di FB waktu itu bener-bener terlihat seperti lukisan imajinasi. Saya ga menyangka kalo sekarang saya bisa liat apa yang di upload sepupu saya waktu itu. Wah keren banget, puas rasanya. Seperti ada sebuah keganjalan di kepala dan semuanya terlampiaskan.











  


Ulang Tahun Reza

8 Maret 2012, kami ngerayain ulang tahun salah satu temen share house yang kebetulan jago masak. Entah kenapa, setiap kali Reza, nama teman kami yang berulang tahun ini masak, walaupun kami dalam kondisi kenyang, jadi pengen makan masakan dia lagi. Padahal perut rasanya udah begah tapi indra penciuman bekerja sebegitu hebatnya untuk menipu otak supaya bisa makan lagi.

Entah racikan bumbunya yang diramu dengan sangat dasyat, atau Reza pake magic? Hehehe... Yang pasti, manusia satu ini memang udah banyak pengalaman di restoran waktu sekolahnya dulu.

Saat berulang tahun, Reza bikin masakan yang dia buat sendiri, Nasi Uduk. Bersama dengan antek-anteknya seperti bakwan goreng, perkedel, mi goreng, sambel kacang, dan semur kentang dan tahu, lengkap dibikin Reza dengan enak semua. Ya ampun, rasa kangen Indo nya cukup terbayar dengan makan masakannya.

Reza pun sebelumnya juga menyempatkan diri untuk beli 2 botol wine, sebagai teman makan kami, juga ada Thai Ice Tea buatan Kristina sebagai pengganti wine bagi yang ga terbiasa minum.

Suasana malam yang sangat hangat dan pastinya ga bisa diulang. Tahun depan sudah pasti ga akan bisa seperti itu lagi, karena visa Reza hanya untuk 1 tahun saja di Australia.

Hidup seperti air mengalir, kita tidak bisa menyentuh air yang sama setelah air itu berlalu. Mari kita isi waktu ini dengan membuat orang di sekitar kita merasa nyaman dengan kita.

Happy Birthday Daniel Try Harreza. Semoga hidupmu dipenuhi dengan berkat dan mampu memberkati orang lain. Semoga impian-impian yang pernah kamu ceritakan, rencana masa depan yang sudah kamu rancang, bisa terwujud. Dan kalau sampai terwujud, itu berarti secara otomatis kamu sudah menjadi berkat bagi orang lain. Dan kalau sampai terwujud, jangan hanya sampai di situ saja, bikin impian baru lagi yang membuat orang lain di sekitarmu bisa merasakan pancaran berkat itu. Selamat menjalani hari yang penuh tantangan ini. 

Resign dan Perubahan

Mood menulis tak kunjung datang. Sementara perjalanan dan cerita hidup terus berlanjut. Apa daya karena dalih kapasitas otak yang sempit jadi saya memaksakan mood saya dengan bekerjasama dengan otak untuk memindahkan data memori hidup ke blog ini.


Singkat cerita, per 25 maret 2012 lalu adalah hari terakhir saya kerja d restoran Es Teler 77, Melbourne. Iseng2 saya liat lagi catatan saya yang ternyata tepat 23 maret 2012 lalu tepat 1 tahun saya bekerja di sana. Ga kerasa cerita nya udah banyak banget dan sungguh2 1 tahun yang penuh pengalaman hidup yang tak dapat tergantikan, alias ga mau diulang (hehehe...).

1 minggu sebelum saya mengajukan resign saya dapet 2 insiden di dapur 'tercinta'. Yang pertama saya kecipratan minyak panas waktu lagi ganti minyak goreng yang sudah menjadi rutinitas harian. Saya kehilangan konsentrasi ketika mendadak ada orderan pangsit goreng. Jadi dilema buat saya mau ganti minyak nya sekarang atau nanti aja setelah goreng pangsit. Alhasil fryer yang sudah saya angkat jatuh lagi tepat ke minyak panas nya dan muncrat ke tangan saya. (Hasil cipratan bisa dilihat di gambar sebelah)

Yang kedua, terjadi keesokan harinya, dimana saya buru2 naro mangkok dan tanpa sengaja tangan ini nyenggol teko yang isinya penuh dengan sup mendidih. Supnya ga mengenai tangan saya, tapi tumpah tepat di kaki saya yang pakai sepatu. Apakah sebuah keuntungan saya pake sepatu? Hahaha, justru sepertinya gara2 pake sepatu saya terlalu lama buka sepatunya sehingga sup mendidih yang mengenai kaki saya di dalam sepatu sudah membuat kulitnya terpisah dari dagingnya.

Dalam minggu2 berikutnya saya bekerja dengan kondisi kaki terpincang2 karena kaki yang masih dalam proses pemulihan. Total 3 minggu kaki saya bisa pulih total. Dan Minggu terakhir dalam masa pemulihan tersebut menjadi minggu terakhir saya bekerja di sana pula. Foto kaki di atas diambil pada saat mau ganti perban di klinik terdekat dari rumah. Untungnya biaya pengobatan di sini gratis, jadi tiap kali balik ke klinik ganti perban kagak bayar. Padahal di situ tertulis jumlah biaya yang dikeluarkan rumah sakit untuk setiap kali saya ganti perban, $ 35.65. Bisa manyun kalo bayar sendiri...

pic dari sini
Oya, ada cidera yang belum pernah saya cerita dari awal karir saya jadi tukang cuci piring. Dalam minggu pertama saya kulit jari dan telapak tangan kering kerontang dan kulit tangan sampe ke lengan bintik2 merah. Entah karena apa, mungkin karena air panas, karena kami mencuci harus pake air panas, atau karena air cucian yang kotor. Foto berikut ini adalah foto teman yang profesi nya sama. Kurang lebih tangan saya pun seperti itu. Sayang foto asli tangan saya waktu itu lupa di foto, jadi ga ada kenangannya. Tapi kiranya foto teman ini bisa mewakili pembaca untuk mengira2 seperti apa bentuknya.

Tapi dari puluhan kemungkinan cidera, tetap ada yang membuat saya nyaman bekerja di restoran ini. 1 hal itu adalah karena saya merasa sudah menguasai 50% seluk beluk restoran ini. Memang belum 100%, tapi itu udah cukup membuat staf2 lain mengandalkan saya setiap kali permasalahan datang untuk dipecahkan. Ada kepuasan tersendiri ketika kita mampu memecahkan masalah yang bertubi-tubi datang. Itu menjadikan kita semakin percaya diri dan merasa penuh dengan pengalaman. Jujur aja, saya merasa seperti sudah di atas angin dan ini bukanlah pertanda baik. Zona nyaman - justru adalah zona yang membuat diri kita semakin bodoh dan tidak berkembang.

Selain alasan keselamatan kerja dan tuntutan keadilan dalam hal gaji, zona nyaman ini pula lah yang menjadi alasan saya untuk keluar dari restoran ini. Bekerja di zona nyaman seringnya ga bikin otak saya berkembang, apalagi mental saya. Bekerja di tempat baru, lingkungan baru, sistem yang berbeda, membuat saya harus berpikir ektra keras ketimbang memecahkan masalah2 rutin di restoran. Berkutat dengan manusia yang berbeda membuat saya belajar untuk bisa memahami orang lain, bukan meminta untuk dipahami. Belajar menyukai perubahan bukan lah hal yang mengenakkan. Tapi ketika kita terbiasa dengan perubahan (bukan berarti harus menyukainya), kita bisa menjalani hari2 ini lebih mudah karena dunia terus berubah. Kalau kita tidak ikut berubah (dalam artian masih tetap pada porosnya, alias punya prinsip) kita bisa ketelan zaman.

Senin, 12 Maret 2012

Keuntungan Menjadi Perokok

Saya ga perlu banyak cang, cing, cong... Saya cuma mau sharing link Youtube ini yang fenomenal dan siapa tau anda sebagai perokok semakin mengerti akan keuntungan-keuntungan yang ada. Selama durasi 42 menit, kiranya video ini membuka mata anda sehingga anda bisa melangkahkan kaki anda sebagai perokok dengan penuh kepastian. Saya tidak mengajak anda untuk berhenti merokok. Saya cuma mau anda mengerti ketika anda menghisap batang demi batang, box demi box, anda mengerti keuntungan-keuntungannya. Jadi anda merokok disertai dengan pengetahuan, tidak buta sama sekali. Oke?

Saya menggunakan kata "keuntungan" sama sekali tidak bermakna konotasi. Jadi silahkan ditangkap secara harafiah, karena maksudnya adalah memang ada sebuah keuntungan dari perokok. Selamat menonton...


Dan apabila anda sudah menyelesaikan video di atas, berikut ini adalah link sebuah iklan sosial yang berkaitan dengan rokok pula. Selamat menikmati...